Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Obral Murah HGU dan HGB IKN Langgengkan Praktik Mafia Tanah Kaltim

Kompas.com - 14/03/2023, 10:00 WIB
Aisyah Sekar Ayu Maharani,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal bagi Pelaku Usaha di Ibu Kota Nusantara (IKN) telah ditetapkan pada 6 Maret 2023.

Beberapa pasal di dalamnya memberikan kemudahan bagi para investor untuk menjalankan usaha di IKN, salah satunya terkait aturan jangka waktu kepemilikan Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB).

Dalam Pasal 18 Ayat 1 tertulis bahwa jangka waktu HGU di atas Hak Pengelolaan (HPL) Otorita IKN diberikan paling lama 95 tahun melalui satu siklus pertama dengan tahapan sebagai berikut:

  • Pemberian hak, paling lama 35 tahun,
  • Perpanjangan hak, paling lama 25 tahun, dan
  • Pembaruan hak, paling lama 35 tahun.

Kemudian dalam Pasal 18 Ayat 3 dinyatakan, perpanjangan dan pembaruan HGU bisa diberikan sekaligus setelah 5 tahun HGU digunakan dan/atau dimanfaatkan secara efektif sesuai dengan tujuan pemberian haknya.

Sementara Pasal 19 Ayat 1 berbunyi, jangka waktu HGB di atas HPL Otorita lKN diberikan paling lama 80 tahun melalui satu siklus pertama dengan beberapa tahapan, yakni:

  • Pemberian hak, paling lama 30 tahun,
  • Perpanjangan hak, paling lama 20 tahun, dan
  • Pembaruan hak, paling lama 30 tahun.

Lalu dalam Pasal 19 Ayat 3 tertulis bahwa perpanjangan dan pembaruan HGB dapat diberikan sekaligus setelah 5 tahun HGB digunakan dan/atau dimanfaatkan secara efektif sesuai dengan tujuan pemberian haknya.

Terkait hal ini, Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika menyebut, obral murah jangka waktu kepemilikan HGU dan HGB di IKN berpotensi melanggengkan praktik mafia tanah di Kalimantan Timur (Kaltim).

Baca juga: Ini Gula-gula IKN untuk Memikat Para Investor

Praktik kejahatan mafia tanah dan korupsi agraria selalu menempel dengan pemberian atau perpanjangan HGU dan HGB.

"Sayangnya jejaring mafia, perilaku koruptif, kolutif dan nepotisme di seputar pemberian HGU perkebunan relatif jarang dibongkar oleh Satgas Mafia dan KPK," ujar Dewi dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Selasa (14/3/2023).

Karenanya, penerbitan atau perpanjangan HGU dan HGB yang jarang diumumkan secara terbuka ke publik hingga minus pemberian sanksi kepada pengusaha nakal, membuat PP Nomor 12 Tahun 2023 hanya akan menambah subur praktik mafia, korupsi agraria dan akumulasi kekayaan oleh segelintir kelompok.

Para spekulan tanah, korporasi kebun dan pengusaha properti yang selama ini telah sukses mengakumulasi aset kekayaan berupa tanah, dinilai akan semakin percaya diri untuk melakukan pencadangan aset tanah.

"Celakanya, situasi di atas berjalan di atas ketimpangan agraria dan kemiskinan, serta tumpang-tindih dengan tanah-tanah masyarakat yang telah lebih dahulu ada, menggusur desa, tanah pertanian rakyat dan wilayah adat," imbuh Dewi.

Sementara dalam 10 tahun terakhir, KPA mencatat investasi dan bisnis di sektor perkebunan menjadi penyebab konflik agraria tertinggi setiap tahun.

Dari 3.542 letusan konflik agraria yang terjadi selama satu dekader terakhir, 1.289 letusan konflik agraria adalah akibat penguasaan, penerbitan dan perpanjangan HGU-HGU oleh perusahaan perkebunan.

Belum lagi persoalan HGU kedaluwarsa serta tanah terlantar yang jumlahnya jutaan hektar dan tidak kunjung ditertibkan oleh Pemerintah.

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com