Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masyarakat Akui Ada Ancaman Soal Penyelesaian Sengketa Lahan Proyek Mandalika

Kompas.com - 10/03/2023, 13:30 WIB
Masya Famely Ruhulessin

Penulis

JAKARTA,KOMPAS.com - Masyarakat lokal di Mandalika melaporkan adanya tindakan ancaman baik dari aparat keamanan dan pemerintah NTB terkait dengan penyelesaian sengketa lahan di proyek Mandalika.

Hal ini menyusul pengamanan yang lebih ketat pada acara World Superbike, pada awal Maret 2023, bila dibandingkan dengan acara balap motor sebelumnya di Mandalika International Street Circuit.

Komandan Satuan Brimob Polda NTB Kombes Pol. Komaruz Zaman menyatakan bahwa pasukan Brimob (SWAT taktis) yang dikerahkan sedang memantau situasi dan antisipasi adanya tanda-tanda teror, kerusuhan, dan bencana alam.

Pasukan tersebut juga melakukan latihan anti-protes di sirkuit Mandalika, melibatkan unit Brimob dengan perlengkapan anti huru hara. Mereka Berlatih menggunakan meriam air untuk membubarkan massa.

Seorang anggota masyarakat yang terkena dampak berkata dirinya merasa terancam karena dikunjungi oleh seorang petugas intelijen.

Baca juga: Kawasan Mandalika Bakal Dikelilingi Fasilitas Pengamanan, Ini Rinciannya

“Saya dikunjungi oleh seorang petugas intelijen yang mengatakan kepada bahwa saya tidak boleh berpartisipasi dalam protes damai dalam bentuk apapun, termasuk protes terkait hak atas tanah saya selama Balapan Superbike Dunia (World Superbike Race) ini,” jelasnya.

Masyarakat Mandalika  yang terdampak sampai saat ini masih menuntut proses penyelesaian sengketa yang lebih holistik atas tanah, rumah, tanaman dan sumber daya alam yang hilang karena pembangunan proyek Mandalika. 

Saat ini, pemerintah Indonesia memimpin proses penyelesaian sengketa palsu. Namun, ini hanya dapat diakses oleh keluarga yang memiliki sumber daya untuk membayar penasihat hukum atau pengacara.

Dalam dua pertemuan yang digelar sebelumnya, masyarakat dibebankan untuk mengungkapkan data kepemilikan tanah.

Sementara, pihak Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC), tidak mendapatkan tekanan meski belum mengungkapkan survei tanah yang komprehensif di kawasan Mandalika.

Tekanan dari Pemerintah NTB

Sayangnya, pemerintah Nusa Tenggara Barat (NTB) juga terkesan menyampingkan kepentingan masyarakat di daerahnya.

Alih-alih memimpin proses penyelesaian sengketa tanah yang dapat diakses oleh mereka yang dampak, Gubernur NTB, Zulkieflimansyah, malah mendorong masyarakat membawa kasus sengketa tanah terhadap ITDC ke pengadilan agar didapatkan keputusan akhir tentang kepemilikan tanah dan kompensasi.

Saran Gubernur NTB ini menempatkan keluarga yang miskin secara materiil dan sumber daya dalam risiko yang besar dapat terpinggirkan atau dikecualikan dari proses sama sekali.

Pemerintah Indonesia juga harus bertanggung jawab terhadap adanya intimidasi terhadap orang-orang yang terkena dampak proyek yang ingin mengorganisir protes damai atas hak tanah mereka selama gelaran World Superbike.

Baca juga: Kawasan Mandalika Akan Punya Dua Ground Water Tank, Ini Progresnya

Staf Gubernur NTB bahkan mengatakan kepada masyarakat yang hendak melakukan aksi protes, bahwa keamanan dan keselamatan mereka yang bergabung harus dipikirkan.

Hal ini tentu saja membuat kelompok masyarakat yang bersengketa membatalkan rencana untuk melakukan protes secara damai.

Ancaman terselubung ini seharusnya tidak dilakukan oleh Gubernur NTB sebagai pemerintah yang bertanggung jawab atas proses penyelesaian sengketa.

Koordinator Koalisi Pemantau Pembangunan Infrastruktur Indonesia (KPPII) Muhammad al Amin, koordinator KPPII mengatakan intimidasi dan pemaksaan yang terjadi kepada Masyarakat Adat selama gelaran olahraga internasional tidak bisa diterima.

“Ini tidak bisa diterima khususnya yang dilakukan oleh anggota staf dari kantor gubernur yang memimpin proses penyelesaian sengketa tanah palsu yang sedang berlangsung. Masyarakat yang terkena dampak memiliki hak untuk secara bebas mengungkapkan pendapat mereka dan berkumpul secara damai untuk mengadvokasi hak atas tanah mereka,” jelas Muhammad.

Dikatakan, Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) harus memastikan bahwa kliennya, ITDC, dan pemerintah Indonesia memimpin proses penyelesaian sengketa yang bermakna, dapat diakses, dan efektif.

Ada beberapa poin tuntutan yang disampaikan oleh KPPII terkait penyelesaian sengketa di Proyek Mandalika yang belum juga selesai. 

Pertama, penyelesaian sengketa harus diungkapkan secara transparan termasuk penilaian AIIB atas survei tanah kliennya terhadap persyaratan perlindungan bank.

Kedua, evaluasi sengketa wajib dilakukan termasuk memperimbangkan dampak negatif secara sosial-ekonomi dari proyek Mandalika kepada masyarakat. Evaluasi pun harus mendapat masukan dari masyarakat sipil setempat dan diungkapkan sebelum dimulainya proses penyelesaian sengketa.

Ketiga, penyelesaian sengketa wajib melibatkan semua anggota masyarakat yang terdampak di wilayah proyek Mandalika dan wilayah pengaruh proyek, termasuk mereka yang tanahnya telah dibebaskan tanpa atau kompensasi yang tidak memadai; mereka yang telah dipindahkan namun hidup dalam kondisi tidak sehat, serta semua orang yang mata pencahariannya terkena dampak negatif dari proyek Mandalika.

Keempat, KPPII juga meminta dalam proses penyelesaian sengketa dapat melibatkan organisasi berbasis komunitas lokal dan organisasi masyarakat sipil yang telah mendukung orang-orang yang terkena dampak proyek.

Kelima, memastikan lingkungan yang bebas dari pembalasan, mengingat intimidasi orang-orang yang terkena dampak proyek oleh pejabat pemerintah, petugas intelijen, dan pasukan keamanan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com