JAKARTA, KOMPAS.com - Para pengembang yang tergabung dalam organisasi Real Estat Indonesia (REI) merasa di-PHP (diberi harapan palsu) Pemerintah.
Hal ini menyusul beleid atau regulasi berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang kenaikan harga rumah subsidi yang tak kunjung terbit.
Padahal, kenaikan harga rumah subsidi sudah disepakati bersama oleh sejumlah kementerian terkait dan asosiasi pengembang di seluruh Indonesia dengan besaran sekitar 4,8-5 persen.
Demikian halnya dengan sosialisasi yang sudah dilakukan dalam kurun waktu tiga minggu pasca-kesepakatan kenaikan harga rumah subsidi.
"Kami merasa di-PHP-in. Dijanjikan Juni 2022, kemudian berubah lagi. Katanya Agustus 2022, tak ada kabar lagi, terus sampai hari ini. Saya sudah kirim pesan (kepada Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan), tapi belum dijawab. (Tanda pesan terbaca) sudah berubah warna biru, tapi belum dijawab. Mungkin lagi pusing," cetus Ketua Umum DPP Real Estat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida, saat konferensi pers HUT Ke-51 REI, Rabu (1/3/2023).
Baca juga: REI: Surat Usulan Perpanjangan Diskon PPN Rumah Tak Kunjung Berbalas
Totok pun mengaku tidak tahu kapan PMK tersebut terbit, dan bagaimana pengaruhnya terhadap pasokan rumah subsidi tahun ini dan tahun-tahun mendatang.
"Saya belum tahu apakah berpengaruh pada pasokan. Mereka (Pemerintah) harusnya menyadari bahwa 80 persen pengembang rumah subsidi itu merupakan Usaha Kecil Mikro (UKM) yang harus terus berproduksi, bayar gaji karyawan, bayar kontraktor, dan lain-lain. Kalau tidak demikian mereka tidak tahu lagi harus bisnis apa," jelas Totok.
Kendati PMK kenaikan harga rumah subsidi tak kunjung putus, namun REI tetap optimistis dapat terus memenuhi kebutuhan pasar, terutama backlog rumah per tahun sejumlah 700.000-800.000 unit secara Nasional.
DPD REI Sumatera Utara, contohnya, yang mematok target dapat membangun sekitar 20.000 unit rumah subsidi tahun 2023.
Angka ini jauh lebih tinggi ketimbang realisasi tahun 2022 yang mencapai 13.000 unit, meski tantangannya sangat berat yakni selain harga yang tak kunjung naik, juga Pandemi Covid-19 yang belum sepenuhnya mereda serta tingginya tingkat inflasi akibat kenaikan BBM.
Baca juga: 2023, Momentum Kebangkitan Properti Nasional
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.