Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024

Pasok Air DKI, Pemerintah Tunggu Kesiapan "Conveyor System" SPAM Karian-Serpong

Kompas.com - 20/01/2023, 18:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tengah menunggu kesiapan conveyor water system (sistem pembawa air) Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Regional Karian-Serpong dari Waduk Karian untuk memasok air baku Jakarta.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian PUPR Mohammad Zainal Fatah mengatakan, ini merupakan sistem pembawa air, dari tempat air diolah hingga didistribusikan.

"Sekarang sedang disiapkan conveyor system-nya. Jadi, pembawa air dari Waduk Karian ke tempat air itu diolah dan kemudian didistribusikan," jelas Zainal singkat di Auditorium Kementerian PUPR, Jakarta, Kamis (19/1/2023).

Sedangkan SPAM Jatiluhur memiliki West Tarum Canal (WTC) yang diketahui adalah Kalimalang sebagai sistem pembawa air dari Jatiluhur ke Jakarta.

"Nanti, dari Jatiluhur maupun Juanda, akan dibangun pipa. Jadi, untuk Jakarta kita kan enggak mungkin hanya menggunakan satu pendekatan, tapi aspek keamanan," katanya.

Nantinya, Pemerintah akan menghentikan kebijakan ekstraksi air tanah apabila SPAM Regional Karian-Serpong dan Jatiluhur sudah masuk ke DKI Jakarta.

"Nah, pada saat air dari (SPAM) Karian dan Jatiluhur ini masuk ke Jakarta, tentu kebijakan ekstraksi air tanah kita hentikan," tegasnya.

Baca juga: Warga DKI Bakal Dilarang Ambil Air Tanah jika Dua SPAM Ini Tuntas

Dia menuturkan, hal ini akan membuat masyarakat tidak dirugikan apabila mereka tak dapat mengambil air tanah.

"Kan enggak mungkin, kita bicara, kamu enggak boleh ngambil air tanah, terus air darimana? Jadi, kebijakannya kayak gitu. Bukan kebijakan satu-satunya kamu enggak boleh, kita penuhi dulu (kebutuhan air)," lanjut Zainal.

Sejauh ini, Kementerian PUPR menemukan penyebab land subsidence (penurunan muka tanah) di Jakarta diakibatkan over extraction (ekstraksi berlebih).

"Karena land subsidence di Jakarta kan isu besar, dan itu diyakini dan sekarang terus dimonitor bahwa itu bisa terjadi karena over extraction air tanah," ujar Zainal.

Zainal mengatakan, penyebab dari penurunan muka tanah ini diduga juga terjadi di daerah lain.

Untuk itu, Kementerian PUPR bersama tim dari Jepang di Jakarta melakukan studi (kajian) yang disupervisi oleh para ahli Institut Teknologi Bandung (ITB).

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+