JAKARTA, KOMPAS.com - Tinggal di rumah layak huni bukanlah mengenai kemewahan, melainkan kenyamanan hingga keamanan penghuninya.
Namun rumah layak huni masih menjadi persoalan di Indonesia. Pasalnya hingga kini masih banyak masyarakat yang belum tinggal di rumah layak huni.
Sebagaimana dikutip dari dokumen Badan Pusat Statistik (BPS) berjudul Indikator Perumahan dan Kesehatan Lingkungan 2022.
Rumah layak huni merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur capaian Tujuan 11 dari Sustainable Development Goals (SDGs), yaitu menjadikan kota dan permukiman inklusif, aman, tangguh, serta berkelanjutan.
Baca juga: Ternyata, Jakarta Jadi Provinsi yang Warganya Paling Banyak Ngontrak Rumah
Klasifikasi rumah layak huni dilakukan dengan mempertimbangkan empat kriteria yang diwajibkan terpenuhi kelayakannya.
Pertama, ketahanan bangunan (durable housing) yaitu bahan bangunan atap, dinding, dan lantai rumah memenuhi syarat sebagai berikut:
Kriteria kedua, kecukupan luas tempat tinggal (sufficient living space) yaitu luas lantai per kapita minimal 7,2 m2.
Ketiga, memiliki akses terhadap layanan sumber air minum layak. Dan terakhir, memiliki akses terhadap layanan sanitasi layak.
Adapun tren rumah tangga yang menempati layak huni tahun 2022 cenderung tidak jauh berbeda dari dua tahun sebelumnya yaitu sekitar 60,00 persen.
Baca juga: Jakarta Terendah, Ini 5 Provinsi yang Warganya Banyak Tinggal di Rumah Milik Sendiri
Pada tahun 2022, persentase rumah tangga yang menempati rumah layak huni sebesar 60,66 persen. Alias, 61 dari 100 rumah tangga menempati rumah layak huni.
Jika dibandingkan antara daerah perkotaan dan pedesaan, persentase rumah tangga yang menempati rumah layak huni di daerah perkotaan (63,45 persen) lebih tinggi dibanding di pedesaan (56,84 persen).
Lalu berdasarkan provinsi, pada tahun 2022 terdapat lima provinsi dengan persentase rumah tangga yang menempati rumah layak huni kurang dari 50,00 persen (terendah di Indonesia), meliputi:
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.