Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Syarifah Syaukat
Mahasiswa CEP Doktoral Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia

Mahasiswa CEP Doktoral Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, ini juga seorang peneliti senior sejak 2009 hingga saat ini pada Pusat Penelitian Geografi Terapan FMIPA UI.

Sejak 2020, Syarifah menempati posisi sebagai Senior Research Advisor Knight Frank Indonesia.

Identifikasi Wilayah Gempa dan Sebaran 1.467 Gedung Tinggi di Jakarta

Kompas.com - 12/12/2022, 10:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BARU-BARU ini Jakarta kembali merasakan guncangan gempa dengan episentrum di sekitar Cianjur dan Garut.

Sebagai negara kepulauan yang bersandar pada tiga lempeng samudera, yaitu Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik, Indonesia menjadi wilayah yang rentan dengan pergerakan dari triple junction tersebut.

Gerakan lempeng dapat terindikasi sebagai subduksi, yaitu gerakan yang terjadi karena pertemuan antara dua lempeng yang umumnya saling bertumbukan.

Ataupun teridentifikasi sebagai patahan/sesar aktif, yaitu potongan lempeng yang masih berpotensi bergerak, baik bergerak naik, turun ataupun mendatar. Gerakan subduksi atau sesar aktif ini kita rasakan sebagai gempa bumi.

A. Potensi gempa di Jakarta dan sekitarnya

Sejatinya, wilayah potongan atau pertemuan lempeng samudera yang ada di Indonesia merupakan bagian dari rangkaian wilayah cincin api global, dikenal dengan jalur ring of fire atau alur seismik aktif, dan kerap disebut sebagai jalur megathrust, yang sebagian tersebar di bagian Selatan Pulau Jawa.

Sementara itu, Jakarta yang berlokasi di bagian Utara Pulau Jawa umumnya memiliki sumber gempa terdekat dari posisi beberapa sesar.

Namun, tidak tertutup dari subduksi lempeng Indo-Australia, selain itu megathrust juga menjadi ancaman bagi Jakarta.

Menurut pakar BMKG, jika megathrust di Pantai Selatan Jawa terjadi maka getaran gempa di Jakarta bisa mencapai VII skala Modified Mercalli Intensity (MMI).

Skala VII pada ukuran MMI umumnya dapat dicerminkan dengan kondisi tiap orang akan keluar rumah karena merasakan guncangan gempa.

Terjadi kerusakan ringan pada rumah-rumah dengan bangunan yang konstruksinya baik, sedangkan pada bangunan dengan konstruksi kurang baik akan terjadi retak-retak bahkan hancur. Pada skala gempa ini, orang yang sedang naik kendaraan juga dapat merasakannya.

Skala MMI adalah satuan untuk mengukur kekuatan gempa bumi, dengan diantaranya merujuk pada tingkat kerusakan akibat gempa bumi.

B. Bangunan tinggi tahan gempa di Jakarta

Setidaknya, tiga hal yang menjadi faktor dari karakter gempa yang menyebabkan bangunan hancur, yaitu frekuensi dan amplitudo, kecepatan gelombang gempa, dan resonansi.

Dari unsur karakter bangunan juga dapat menentukan tingkat kerusakan, yaitu dilihat dari ukuran/luas bangunan, sistem struktur bangunan dan material bangunan yang digunakan.

Beberapa sistem konstruksi atau struktur gempa yang berkembang saat ini disinyalir mampu menahan guncangan dan kerusakan dalam peristiwa gempa, sebut saja oil damper, ball of steel, batang karbon fiber fleksibel, osilasi seismic, struktur kolom segitiga, hybrid mass damper, dan sebagainya.

Misalnya saja teknologi peredam gempa oil damper yang umum diterapkan pada bangunan tinggi di Jepang.

Sistem ini umumnya diperkuat dengan pelat baja di setiap lantai, dengan peredam getaran yang berisi cairan peredam.

Ketika bangunan mulai bergetar, peredam akan menyeimbangkan posisi bangunan, minyak peredam akan tergelincir ke arah berlawanan dari arah getaran gempa sehingga meminimalkan guncangan pada bangunan.

Di Jakarta, kebijakan tentang Bangunan Gedung yang dirilis oleh Pemerintah Daerah adalah Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 7 tahun 2010 yang menyebutkan urgensi bangunan tahan gempa.

Selain itu, melalui SNI 1726:2019 tentang Bangunan Tahan Gempa telah menjelaskan detail struktur bangunan yang perlu diterapkan untuk meminimalkan potensi risiko bencana, diharapkan kebijakan-kebijakan ini menjadi salah satu jawaban untuk kesiapsiagaan dalam menghadapi ancaman risiko gempa bumi.

Contohnya, salah satu gedung tinggi yang berada di koridor Rasuna Said tergolong gedung baru yang beroperasi  sejak tahun 2016, gedung ini masuk peringkat 93 sebagai gedung tertinggi di Asia.

Selain berlabel hijau atau green building, gedung ini didesain dengan perencanaan tahan gempa hingga Magnitudo 8. Gedung ini memiliki struktur yang lebar sesuai dengan SNI beton dan kolom, dan menggunakan material yang ringan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com