Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 02/12/2022, 18:30 WIB
Muhdany Yusuf Laksono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah telah membentuk Badan Bank Tanah untuk menjalankan fungsi pengelolaan tanah. Mulai dari perolehan, pengadaan, pemanfaatan, dan pendistribusian tanah.

Kendati begitu, hadirnya Bank Tanah tak dipungkiri masih menuai persepsi dan kekhwatiran dari berbagai pihak. Salah satunya dikhawatirkan bakal menyerobot tanah masyarakat adat.

Direktur Jenderal Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan (Dirjen PTPP) Kementerian ATR/BPN Embun Sari pun menanggapi persoalan tersebut dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk Kebijakan Bank Tanah dalam Perspektif Konsep dan Implementasi untuk Mewujudkan Keadilan Sosial Berdasarkan UUD 1945, pada Kamis (01/12/2022).

"Jika ada yang mengkhawatirkan aset Bank Tanah dihasilkan dari menyerobot tanah wilayah atau tanah adat, rasanya tidak mungkin," ujar Embun Sari dikutip dari laman Kementerian ATR/BPN.

Karena Peraturan Pemerintah (PP) mengenai perolehan aset Bank Tanah tidak ada yang menyangkut tentang tanah adat sama sekali.

Baca juga: Minimal 30 Persen Lahan di Bank Tanah Bisa Diberikan ke Masyarakat

Perolehan aset Bank Tanah antara lain tanah bekas hak; kawasan dan tanah telantar; tanah pelepasan kawasan hutan; tanah timbul; tanah hasil reklamasi.

Kemudian, tanah bekas tambang; tanah pulau-pulau kecil; tanah yang terkena kebijakan perubahan tata ruang; serta tanah yang tidak ada penguasaan di atasnya.

"Yang kita sasar adalah spekulan, yang mendiamkan tanahnya," jelasnya.

Menurut dia, pembentukan Badan Bank Tanah juga didasari oleh masalah pertanahan dan kebutuhan akan tanah yang kemudian berdampak pada kesenjangan pembangunan.

Untuk itu, perlunya memaksimalkan peran pemerintah untuk menguasai, mengendalikan, dan menyediakan tanah bagi kepentingan pembangunan serta pemerataan ekonomi.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com