JAKARTA, KOMPAS.com - Penerapan sistem konstruksi anti-gempa untuk bangunan bahkan gedung bertingkat harus mulai dilakukan secara serius oleh Indonesia.
Pasalnya, gedung dengan struktur lemah akan mudah runtuh bila terjadi gempa dan menjadi penyebab utama kematian.
Selain itu, runtuhnya bangunan akibat gempa juga mengakibatkan kerugian dalam jumlah yang tidak sedikit.
Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Indonesia mengalami kerugian bangunan runtuh akibat gempa mencapai Rp 42,4 triliun pada tahun 2018.
Sehingga berinvestasi dalam struktur tahan gempa sekaligus menjadi langkah Indonesia untuk menghemat dana.
Baca juga: Bangun Rumah Anti-gempa dengan Metode RISHA, Cuma Rp 50 Juta
Salah satu contoh penerapan konstruksi anti-gempa untuk gedung pencakar langit Ibu Kota Jakarta adalah Menara Astra di Sudirman.
Dilansir dari Bloomberg, Senin (28/11/2022), Menara Astra setinggi 51 lantai ini menerapkan konstruksi anti-gempa yang dikenal dengan belt-truss atau rangka sabuk.
Sistem rangka sabuk menghubungkan dinding inti dan bingkai perimeter untuk mengurangi getaran serta perpindahan dalam bangunan.
Bangunan itu juga memiliki lantai perlindungan, di mana para pekerja dapat berlindung dalam situasi bencana yang ekstrem.
Karena sistem rangka sabuk terletak di lantai perlindungan, mereka mendapatkan perlindungan tambahan.
Baca juga: Konstruksi Rumah Baru Korban Gempa Cianjur Tunggu Kesiapan Pemprov Jabar
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.