Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gedung Baru Kejari Medan Roboh, Pengamat Anggaran: Usut Tuntas Pelakunya

Kompas.com - 23/11/2022, 15:30 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

MEDAN, KOMPAS.com - Robohnya gedung baru di Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan menuai kritik dari pengamat anggaran, Elfenda Ananda.

Mantan ketua Forum Independen Transfaransi untuk Anggaran (FITRA) Sumatera Utara ini menilai, peristiwa yang terjadi  sangat memalukan karena mencoreng Institusi penegak hukum.

Harusnya, kualitas proyek lebih baik dibanding pembangunan di luar lembaga penegak hukum tidak akan ada pemborong atau rekanan yang berani berbuat curang.

Informasi yang didapat, sumber dana pembangunan dari APBD Medan berupa hibah senilai Rp 2,4 miliar.

Pengguna Anggaran (PA) adalah Dinas Perkim Kota Medan dan jika merujuk kepada regulasi, pekerjaan ini diproses karena ada pengusul yakni Kejari Medan.

"Sebagai institusi pengusul, tentunya akan mengawal dan mengawasi pembangunan sejak diusulkan sampai terealisasi. Kalau ada kasus seperti ini, semua aparat penegak hukum harus melakukan insvestigasi," kata Elfenda lewat pesan singkat, Rabu (23/11/2022).

Baca juga: Gedung Baru Kejari Medan Roboh, Bobby Nasution Daftar Hitamkan Kontraktor

Pegiat anti korupsi ini menegaskan, untuk memastikan proses penyelidikan dilakukan transparan, objektif dan bertanggung jawab, investigasi tidak hanya dilakukan Kejari Medan, harus melibatkan aparat penegak hukum lain seperti pengawas kejaksaan, polisi dan KPK.

Selidiki siapa dibalik proyek ini, sangat berani mengerjakan pekerjaan berkualitas rendah. Tidak akan ada pihak yang berani melakukan kecuali rekanan di-"back up" pihak yang kuat.

Apa yang terjadi pada kasus ini, menurutnya, sudah melukai hati masyarakat. Rakyat sudah dirugikan dua kali.

"Kerugian pertama, pembangunan kantor Kejari lebih diutama dari persoalan kemiskinan, jalanan masih banyak yang rusak, banjir dan sebagainya," kata Elfenda.

Kerugian kedua adalah bangunan yang roboh menunjukkan pembangunan asal- asalan dan tidak bertanggungjawab.

Pasal 62 PP Nomor 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerah menyebut: pemberian hibah untuk menunjang pencapaian sasaran program dan kegiatan pemerintah daerah sesuai kepentingan daerah dalam mendukung terselenggaranya fungsi pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas dan manfaat untuk masyarakat.

"Azas keadilan, kepatutan yang patut dipertanyakan. Rasionalitas pekerjaan dan manfaat apa yang diperoleh masyarakat. Bagaimana bisa Pemkot Medan merasa pemberian hibah sudah berazas keadilan dan kepatutan? Masih ada pembangunan yang lebih penting dan bermanfaat untuk masyarakat," bebernya.

Harusnya, lanjut Elfenda, proyek memenuhi prinsip Pasal 3 PP Nomor 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerah yang menyebut: pengelolaan keuangan daerah dilakukan secara tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan, kepatutan, manfaat untuk masyarakat serta taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selain itu, pembangunan harus sesuai dengan kemampuan keuangan daerah seperti tertuangan dalam pasal 3 yaitu: belanja hibah sebagaimana dimaksud ayat (1) dianggarkan dalam APBD sesuai dengan kemampuan keuangan daerah setelah memprioritaskan pemenuhan belanja urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan, kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

"Sangat jelas bahwa pembangunan ini dilaksanakan karena kemampuan keuangan daerah atau yang dianggap berlebih," katanya.

Untuk itu, karena kasusnya sudah menjadi pemberitaan hampir di semua media massa. Masyarakat Kota Medan sudah layak mendesak auditor Badan Pemeriksa Keungan (BPK) untuk melakukan kerja-kerja investigasi bersama aparat penegak hukum lain, termasuk KPK.

"Usut tuntas pelaku serta orang kuat yang mem-back up pekerjaan ini. Hukum dengan adil supaya tidak ada peluang untuk melakukan kembali," ucap Elfenda.

Diberitakan sebelumnya, bangunan dua lantai yang akan dijadikan gedung Pidana khusus Kejari Medan di Jalan Adinegoro, Kecamatan Medan Timur, Kota Medan, roboh pada Jumat (11/11/2022) pagi.

Gedung yang sebelumnya pos satpam ini, baru dibangun pada Maret 2022. Saat ini dalam tahap penyelesaian dan informasinya belum diserahterimakan.

Dilansir dari situs Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Medan, tender pembangunan dan rehabilitasi hibah gedung Kantor Kejari Medan dengan kode tender 12765308 di bawah naungan Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman dan Penataan Ruang (PKPPR) Kota Medan.

Nilai PAGU paket Rp 2,5 miliar, dengan nilai HPS lebih dari Rp 2,4 miliar.

Tidak dicantumkan siapa pemenang tender yang dibuat pada 31 Januari 2022 itu. Namun, penandatanganan kontrak dilakukan pada 16-18 Maret 2022. Ada 116 peserta yang mengikuti tender, tetapi tidak satu pun yang melakukan penawaran sesuai Harga Perkiraan Sendiri (HPS).

Robohnya bangunan baru Kejari Medan viral, sampai Wali Kota Medan Bobby Nasution meninjau lokasi pada Senin (14/11/2022) petang.

Lewat unggahan di Instagram-nya, Bobby mengakui bangunan yang rusak menggunakan dana rehabilitasi hibah Pemkot Medan.

Dirinya pun menginstruksikan Kepala Dinas PKP2R Kota Medan Endar Sutan Lubis untuk mengambil tindakan tegas.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, gedung yang roboh melanggar dan menyimpang dari spek yang disepakati dalam kontrak.

Endar menindaklanjuti dengan memutus kontrak, pelaksana pengerjaan atau kontraktor harus mengembalikan down payment (DP) pembangunan proyek, membayar denda keterlambatan dan perusahaannya masuk daftar hitam (blacklist).

"Kontraktor sudah kita kenakan sanksi berdasarkan peraturan yang berlaku, kontraknya kita putus. Nilai bangunan yang telah dibangun kita nilai nol atau loss. Kontraktor juga kita wajibkan membayar dan mengembalikan DP," kata Endar, Senin (21/11/2022).

DP yang dikembalikan sebesar 30 persen dan penagihan termin satu sebesar 20 persen. Uangnya dikembalikan ke kas Pemkot Medan. Dampak pemutusan kontrak, kontraktor dikenakan denda keterlambatan maksimal sebesar Rp 90 juta.

Pengembalian DP dan termin satu sebesar Rp 1,3 miliar lebih ditambah denda maksimum sudah dikembalikan.

"Total uang yang telah dikembalikan kontraktor ke kas Pemkot Medan sebesar Rp 1,4 miliar,” ucap Endar. 

Kontraktor juga mendapat sanksi lain sesuai Peraturan Pengadaan Barang dan Jasa yakni perusahaannya di-blacklist.

Mereka wajib membongkar bangunan yang roboh sampai nol atau rata kembali. Endar mengingatkan kontraktor atau rekanan yang bermitra dengan Pemkot Medan agar menjadikan peristiwa ini pelajaran. Jangan bermain-main dengan spek yang telah ditetapkan dalam kontrak.

Dalam proses pengadaan barang dan jasa atau lelang, mereka harus menyampaikan dokumen usaha sebagai bahan pendukung.

Apabila ditemukan rekanan yang melanggar atau menyimpang dari kontrak, tinggal diberi sanksi sesuai peraturan yang berlaku.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com