BANGKA, KOMPAS.com - Lahan seluas 123.000 hektar di Kepulauan Bangka Belitung dalam kondisi kritis. Pemerintah daerah memberi peluang pada investor untuk mengolah lahan tersebut menjadi produktif.
Penjabat (Pj) Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Ridwan Djamaludin mengatakan, lahan kritis yang terdata saat ini merupakan lahan bekas penambangan timah. Sebagian lahan itu pernah ditambang secara ilegal.
"Lahan itu tersebar di Bangka Belitung dan beberapa ada yang datang, menawarkan untuk diolah menjadi produktif," kata Ridwan seusai panen perdana kebun percontohan di Pangkalpinang, Sabtu (19/11/2022).
Baca juga: Kabel Laut Berhasil Transfer 75 Megawatt dari Sumatera ke Bangka, Dorong Pertumbuhan Investasi
Pemerintah daerah akan membantu investor dalam perizinan. Kemudian juga menggandeng Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk saling bersinergi.
"Seperti dari Pupuk Indonesia, mereka memiliki mobil uji tanah. Ini bisa digunakan terhadap lahan-lahan yang akan dikelola," ujar Ridwan.
Menurut Ridwan, sebagian lahan kritis telah dilakukan reklamasi. Jika ada investor yang masuk, kata Ridwan, lahan bisa digunakan untuk tanaman pangan atau kebutuhan industri.
"Lahan yang dekat dengan kebun sawit, maka kita tawarkan mereka untuk perluasan lahan. Ada juga yang mengusulkan agar ditanami bambu, karena pasar ekspornya," ungkap Ridwan.
Pemerintah Provinsi juga telah berkomunikasi dengan Asosiasi Pengusahaan Hutan Indonesia (APHI) untuk tanaman biomassa yang akan menopang transisi energi.
Kemudian diusulkan juga pengembangan budidaya singkong karena pabrik tapiokanya sudah ada.
"Jadi kita minta lahan ini diolah sungguh-sungguh," ucap Ridwan yang juga Dirjen Minerba Kementerian ESDM.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.