Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tol Tanggut Laut Diklaim Bukan Penyebab Banjir Rob Pantura Jateng

Kompas.com - 30/09/2022, 12:00 WIB
Aisyah Sekar Ayu Maharani,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Banjir rob melanda wilayah Pantai Utara (Pantura) Jawa Tengah (Jateng), tepatnya di Pekalongan dan Semarang, Mei 2022 lalu.

Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jateng menyebut hal ini disebabkan karena adanya penurunan tanah.

Dua dari empat faktor penyebabnya adalah pembebanan bangunan atau konstruksi dan aktivitas di pelabuhan.

Adapun pembangunan infrastruktur Jalan Tol Tanggul Laut Semarang-Demak (TTLSD) berhubungan dengan faktor pembebanan bangunan atau konstruksi.

Dengan demikian, bencana banjir rob yang telah menjadi langganan di pesisir Pantura Jateng akan semakin parah oleh adanya proyek TTLSD.

Baca juga: Profil Tol Semarang-Batang, Ruas yang Sebagian Sahamnya Akan Dimiliki Road King

"Menurut sejumlah ahli, pembangunan TTLSD dikhawatirkan akan mengakibatkan terjadinya perubahan arus laut yang akan bergerak ke arah Demak dan membuat abrasi di daerah Demak semakin intens," kata Manajer Pengelolaan Pengetahuan Walhi Jateng Patria Rizky kepada Kompas.com, Kamis (26/5/2022).

Menanggapi hal ini, Direktur Jenderal (Dirjen) Sumber Daya Air (SDA) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Jarot Widyoko tidak menyetujui proyek TTLSD disebut sebagai penyebab penurunan tanah di Pantura Jateng.

"Apa yang disampaikan ada betul penurunannya, tetapi saya tidak setuju kalau itu disebabkan karena tol," tegas Jarot menjawab Kompas.com dalam konferensi pers, Kamis (30/9/2022).

Lanjut Jarot, perubahan catchment area adalah faktor penyebab terbesar penurunan tanah terjadi.

Baca juga: Perusahaan Asal Hongkong Akan Beli Sebagian Saham Tol Semarang-Batang

Hal ini dikarenakan, tanah sudah terbebani oleh adanya bangunan dan aktivitas, lalu masyarakat memanfaatkan airnya, tetapi tidak ada pengembalian ke tempat semula.

"Catchment area berubah, hujan turun, masuk langsung ke selokan, lalu ke sungai. Yang masuk ke tanah sedikit sekali," tambah Jarot.

Setidaknya terdapat tiga solusi yang dirasa bisa mengatasi masalah ini. Pertama adalah pemenuhan air baku.

Pemenuhan air baku diwujudkan lewat pengadaan bendungan oleh Kementerian PUPR di berbagai wilayah.

Kedua adalah dengan meminimalisir pengambilan air tanah oleh masyarakat. Ketiga, dengan mengembalikan air ke tanah.

"Caranya dengan membuat kolam, air bisa meresap ke dalam tanah, membuat biopori, membuat sumur resapan," tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com