Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Backlog Rumah Tembus 12,7 Juta Unit, Mengapa Masih Belum Teratasi?

Kompas.com - 02/09/2022, 19:30 WIB
Muhdany Yusuf Laksono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Backlog rumah sebesar 12,7 juta masih menjadi persoalan krusial di Indonesia. Artinya masih banyak masyarakat yang belum memiliki rumah sendiri.

Pemerintah pun terus berupaya mengatasinya. Seperti halnya dengan meluncurkan bantuan pembiayaan perumahan atau KPR Subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) setiap tahunnya.

Melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM), hingga Subsidi Selisih Bunga (SSB).

Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Herry Trisaputra Zuna mengatakan, Kementerian PUPR telah mengalokasikan bantuan pembiayaan perumahan pada tahun 2023.

Target pembiayaan perumahan tahun 2023 untuk FLPP ada sebanyak 220.000 unit sebesar Rp 25,18 triliun.

"Kemudian didampingi dengan subsidi bantuan uang muka dengan jumlah unit yang sama, anggaran sebesar Rp 890 miliar," ujar Herry saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi V DPR RI pada Kamis (01/09/2022).

Selain itu ada juga SSB, namun hanya untuk embayar transaksi yang sudah dilakukan tahun sebelumnya. Serta Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) sebanyak 54.924 unit sebesar Rp 4,64 triliun.

Kendati terus mengalokasikan anggaran bantuan pembiayaan perumahan setiap tahun, rasanya masih berat untuk mengatasi backlog rumah.

Baca juga: Pemerintah Akui Ada Kesalahan Penerapan Program Perumahan

Menurut Herry, backlog rumah sebanyak 12,7 juta pada tahun 2021. Pertumbuhannya ada 640.000 unit setiap tahun.

"Sementara subsidi yang kita berikan setiap tahunnya, tahun depan itu baru sekitar 220.000 unit. Jadi memang sangat jauh dari yang seharusnya," katanya.

Selain itu ada beberapa anomali yang terjadi ketika pemerintah berupaya mengatasi backlog rumah.

Pertama yaitu rumah vertikal sangat minim porsinya. Karena skema subsidinya memang tidak bisa (sesuai) untuk rumah vertikal yang harganya dua kali lipat dari rumah tapak.

"Ini yang menjadi perhatian kami. Hari ini kami sedang exercise untuk mencari skema yang bisa menjangkau ke desil bawah dengan cara mungkin tenornya kita tambah termasuk skemanya," terangnya.

Anomali selanjutnya soal masyarakat yang bekerja di sektor informal (berpenghasilan tidak tetap). Masih belum terserap maksimal dalam program bantuan pembiayaan perumahan.

"Informal ini ada 60 persen dari keluarga, tetapi yang ditangani 10 persen," jelasnya.

Baca juga: Kata Sri Mulyani, Sekuritisasi KPR Bisa Jadi Upaya Atasi Backlog Rumah

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com