Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diterapkan di Stasiun Tanjung Priok hingga Kota Tua, Ini Sejarah Arsitektur Art Deco Nusantara

Kompas.com - 10/07/2022, 11:00 WIB
Aisyah Sekar Ayu Maharani,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Bangunan tua sisa peninggalan masa kolonial Belanda tak sedikit yang masih tegak berdiri.

Banyak gaya arsitektur yang diterapkan untuk membangun gedung-gedung bersejarah di Indonesia, salah satunya adalah Art Deco.

Gaya Art Deco diketahui diterapkan di Stasiun Tanjung Priok dan Gedung Jasindo di Kota Tua, di mana keduanya telah menjadi bangunan cagar budaya.

Bangunan tersebut memiliki ciri khas tersendiri, seperti dindingnya yang berwarna putih, atapnya yang tinggi dan dihiasi dengan kaca-kaca patri.

Membahas lebih lanjut mengenai Art Deco, gaya arsitektur ini diketahui terbagi menjadi tiga, yakni Art Deco Eropa, Art Deco Amerika dan Art Deco Hindia Belanda.

Baca juga: Sejarah Stasiun Tanjung Priok, Bangunan Cagar Budaya Berumur 100 Tahun

Stasiun Tanjung PriokHeritage KAI Stasiun Tanjung Priok
Dalam buku Arsitektur di Nusantara oleh Obbe Norbruis dijelaskan bahwa Art Deco Eropa muncul pada tahun 1925 setelah sekitar tahun 1920 gaya ekspresif arsitektur membuka jalan tersebut.

Nama Art Deco berasal dari pameran Exposition des Arts Décoratifs et Industriels di Paris tahun 1925.

Art Deco Eropa erat kaitannya dengan seni dan kerajinan, mebel, desain interior, patung hingga bangunan paviliun.

Beralih ke Art Deco Amerika, gaya ini nampak di karya-karya arsitektur menonjol yang ditandai dengan bentuk pahatan.

Ciri dari Art Deco Amerika adalah simbol, tekstur, garis geometris yang kontras, warna terang, enerjik dan optimisme.

Baca juga: Cara Erick Thohir Memoles Gedung-gedung Tua Kota Jakarta agar Relevan dengan Kekinian

Dijelaskan dalam buku bahwa para arsitek Amerika tidak mengalami kesulitas saat menghiasi gedung kosong dengan ornamen bergaya Art Deco kala itu.

Sementara Art Deco Hindia Belanda muncul pada tahun 1920 yang disesuaikan dengan iklim tropis.

Semua mantan insinyur Departemen Burgerlijke Openbare Werken (B.O.W.) mendesain gedung dengan gaya ini yang ditambah ciri khas tersendiri.

Misalnya Hulswit, Fermont, dan Cuypers, kelompok arsitek profesional Hindia Belanda, memasang atap di Gedung Jasindo (WEVA) yang membentuk kesatuan dengan fasadnya.

Gedung Jasindo di Kota TuaKompas.com/Aisyah Sekar Ayu Maharani Gedung Jasindo di Kota Tua
Selain itu, ada Bernard Cramer yang mendesain pasar untuk Gemeente Batavia, berbentuk panggung pendopo.

Adapun Hindia Belanda terkenal sangat kaya dengan elemen dekoratifnya yang diterapkan di banyak desain bangunan.

Meskipun kebanyakan gedung Art Deco Indonesia dibangun sebelum tahun 1930, tetapi diketahui banyak bangunan setelah periode itu yang masih dibangun oleh biro arsitek Hindia Belanda.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com