Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sulit Dapatkan Rumah Subsidi di Pusat Kota? Ini Penyebabnya

Kompas.com - 26/04/2022, 16:59 WIB
Muhdany Yusuf Laksono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Rumah subsidi menjadi tonggak harapan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk bisa memiliki tempat tinggal.

Pasalnya harga rumah subsidi lebih terjangkau daripada hunia komersial. Apalagi masyarakat bisa mengambil skema pembayaran secara kredit pemilikan rumah (KPR).

Kendati begitu, masyarakat juga membutuhkan rumah yang dekat dengan pusat kota atau tempatnya bekerja.

Namun, rumah subsidi yang berada di kawasan perkotaan sukar ditemui. Contohnya saja di DKI Jakarta.

Baca juga: Biaya Bangun Rumah 2 Lantai Lebih Murah, Benarkah?

Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR Iwan Suprijanto mengatakan, keterbatasan lahan menjadi penyebab minimnya ketersediaan rumah subsidi di perkotaan.

"Lokasi di dekat perkantoran, terutama Jakarta kan sudah tidak ada lagi yang bisa dibangun. Kalaupun ada, kan harganya mahal banget," ujarnya kepada Kompas.com, pada 18 April 2022 lalu.

Kondisi itu pun dinilai sulit dipenuhi dan disesuaikan dengan ketentuan batasan harga jual rumah subsidi, sebagaimana di dalam regulasi yang terakhir berlaku yakni Keputusan Menteri PUPR Nomor 995/KPTS/M/2021.

Beleid tersebut salah satunya mengulas tentang batasan harga jual rumah subsidi setiap kota di Indonesia.

Misalnya saja untuk DKI Jakarta, rumah tapak dipatok dengan harga sekitar Rp 168 juta. Nominal tersebut dinilai tidak sebanding dengan harga lahan yang mahal di perkotaan.

"Diharapkan dengan diakomodasinya ketentuan tentang bank tanah di UU Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Badan Bank Tanah dapat mengendalikan lahan yang terjangkau untuk hunian MBR," terangnya.

Pergeseran Rumah Subisidi dari Tapak ke Vertikal

Rusun Samesta Mahata MargondaKementerian PUPR Rusun Samesta Mahata Margonda
Dengan dinamika sedemikan rupa, Iwan menyampaikan, pembangunan rumah subsidi di perkotaan mulai bergeser dari rumah tapak menjadi hunian vertikal.

Hal itu memungkinkan dilakukan karena tidak membutuhkan tanah yang luas seperti ketika membangun rumah tapak.

Baca juga: Milenial Bergaji Rp 4 Juta Dominasi Penerima KPR FLPP Kuartal I-2022

"Pembangunan rumah subsidi di Ibu Kota cenderung mengarah ke optimalisasi lahan dan pengembangan ke arah vertikal, berupa rumah susun (rusun) subsidi," katanya.

Namun, pembangunan rusun bersubsidi tidak selalu berada di dalam kota, tetapi juga dekat dengan simpul-simpul perkotaan.

"Sehingga pengembangan perumahan subsidi dapat terdistribusi merata, tidak membebani Ibu Kota Jakarta, tetapi tetap dekat dengan pusat kegiatan dan pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat," jelasnya.

Misalnya saat ini pemerintah melalui Perum Perumnas sedang membangun rumah subsidi berbasis pengembangan berorientasi transit atau TOD di simpul-simpul perkotaan di Jakarta dan sekitarnya.

"Salah satunya adalah pembangunan rusun yang berintegrasi dengan stasiun KRL atau terminal bus," imbuhnya.

Rusun tersebut diharapkan bisa menjadi alternatif rumah tapak bagi MBR. Agar lebih dekat dan mudah mengakses sarana transportasi publik untuk kehidupan sehari-hari.

 

Penulis: Isna Rifka Sri Rahayu | Editor: Erlangga Djumena

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com