Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dilema Pandemi dan Meroketnya Penggunaan Energi Rumah Tangga

Kompas.com - 27/02/2022, 11:46 WIB
Aisyah Sekar Ayu Maharani,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Pandemi Covid-19 yang telah berjalan lebih dari dua tahun berdampak pada berbagai sektor kehidupan.

Salah satu efek yang kurang mendapatkan perhatian adalah meningkatnya penggunaan energi rumah tangga.

Sebelum merebaknya corona, banyak anjuran untuk memperhatikan ventilasi rumah yang tidak terlihat, seperti celah pintu, jendela dan cerobong asap karena bisa menyebabkan banyak pendingin atau pemanas ruangan yang terbuang sia-sia.

Hal ini juga disebut berdampak positif bagi sebagian orang yang memiliki alergi atau gangguan pernapasan agar menjaga udara di dalam rumah tetap bersih.

Akan tetapi, setelah virus corona merebak, muncul anjuran untuk memaksimalkan penggunaan ventilasi di rumah agar sirkulasi udara tetap terjaga dengan baik.

Baca juga: Kebutuhan Listrik Capai 1.800 TWh pada 2060, Ini Solusi yang Ditawarkan

Otoritas Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat, Pusat Pengendalian Penyakit dan Pemerintah New South Wales menyarankan agar jendela tetap terbuka untuk mengurangi risiko penularan Covid-19 melalui udara.

Oleh karena itu, pendingin dan pemanas ruangan harus bekerja lebih keras sehingga penggunaan energi rumah tangga juga turut mengalami peningkatan.

Tercatat terjadi peningkatan penggunaan energi rumah tangga yang berasal dari pemanas dan pendingin selama pandemi yakni sebesar 40 persen.

Peningkatan tersebut juga ditambah dengan penggunaan pembersih udara filter HEPA yang direkomendasikan untuk menyaring asap dari rumah.

Survei Perilaku Konsumen Energi belum lama ini menemukan bahwa 11 persen rumah tangga di seluruh Australia telah memiliki satu atau lebih dehumidifier.

Baca juga: Kapan Rumah Perlu Menggunakan Dehumidifier?

Lonjakan penggunaan barang elektronik tersebut juga mengakibatkan semakin tingginya biaya listrik sepanjang tahun, bahkan bagi rumah tangga yang tidak mampu membeli air conditioner.

Proyek Digital Energy Futures di Monash University melihat fenomena ini dan tren teknologi yang muncul dapat berpengaruh pada permintaan listrik yang lebih tinggi, dilansir dari artikel yang ditulis oleh asisten peneliti Larissa Nicholls dari Monash University, Minggu (27/2/2022).

Banyak orang sering berpikir bahwa menghasilkan lebih banyak energi bisa menjadi solusi. Tetapi rupanya, lebih banyak energi tidak membantu jika infrastruktur listrik lokal tak mampu mendistribusikannya ke tempat yang lebih membutuhkan.

Apalagi, energi lebih tersebut tetap berasal dari bahan bakar fosil yang berkontribusi terhadap perubahan iklim.

Sebagai salah satu langkah yang perlu diambil oleh para pemangku kepentingan dalam menyikapi perubahan tren ini adalah melalui penggunaan solar sponge yang berfungsi untuk menyerap kelebihan energi bersih dan menyeimbangkan pasokan serta kebutuhan listrik.

Baca juga: Sistem Kerja Hybrid, Bikin Perusahaan Lebih Hemat Energi

Selain itu, pemanasan air panas di siang hari serta pengisian kendaraan listrik akan membantu jalan menuju sistem kelistrikan yang terjangkau dan bersih.

Lebih lanjut, lebih banyak menyimpan baterai dapat membantu menutupi kebutuhan listrik dengan energi dari sumber terbarukan dan dapat mengurangi penggunaan listrik yang tidak penting untuk periode satu hingga dua jam sekitar matahari terbenam.

Langkah lain yang juga bisa diambil adalah dengan mendinginkan dan membersihkan udara di rumah pada pagi atau sore hari, daripada tepat saat matahari terbenam.

Hal tersebut disebut mampu mengurangi biaya dan emisi karbon dari penggunaan listrik rumah tangga.

Terkait hal ini, semua sektor kehidupan hingga pemerintah yang membentuk kebijakan kelistrikan perlu bekerja keras dan berupaya menghadirkan sistem energi bertenaga bersih di masa depan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com