Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Syarifah Syaukat
Mahasiswa CEP Doktoral Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia

Mahasiswa CEP Doktoral Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, ini juga seorang peneliti senior sejak 2009 hingga saat ini pada Pusat Penelitian Geografi Terapan FMIPA UI.

Sejak 2020, Syarifah menempati posisi sebagai Senior Research Advisor Knight Frank Indonesia.

Sebuah Catatan untuk Ibu Kota Negara yang Akan Bergeser...

Kompas.com - 02/02/2022, 05:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BERBAGAI diskusi berlangsung lebih intensif dalam beberapa bulan terakhir, terkait rencana digesernya ibu kota negara (IKN) dari Jakarta ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.

Dari diskusi-diskusi tersebut terungkap beberapa hal yang menjadi argumentasi faktor pendorong digesernya IKN, dan penarik dipilihnya Kalimantan Timur menjadi lokasi baru.

Faktor pendorong digesernya Jakarta di antaranya adalah kepadatan penduduk tinggi, kemacetan, polusi udara, dan kerentanan terhadap bencana.

Intinya, kesemrawutan merupakan symptom atas kompleksitas masalah yang menjadi sebab inefisiensi pengelolaan ibu kota saat ini.

Sementara itu, faktor penarik yang menjadi alasan terpilihnya Kalimantan Timur sebagai lokasi IKN baru adalah sumberdaya lahan, infrastruktur, ketahanan terhadap bencana, dan posisi geografisnya di titik ikat yang diharapkan dapat memberikan stimulan terhadap pemerataan pembangunan di berbagai penjuru Indonesia.

Banyak negara di dunia telah memiliki pengalaman pergeseran ibu kota. sebut saja Malaysia, Australia, Filipina, Myanmar, India, Korea Selatan, Jepang, Brasil, Amerika Serikat, Jerman, Turki, Inggris, dan sebagainya.

Kita dapat mengambil pelajaran berharga dari negara-negara tersebut, sehingga berbagai kendala dalam proses pergeseran IKN dapat diminimalisasi, dan tujuan utama dapat dicapai secara keseluruhan.

Berbagai hal menjadi perhatian dari para ahli terkait bergesernya IKN ke wilayah baru.

Termasuk perhatian terhadap daya dukung lingkungan hidup dan konsisten dalam menerapkan visi hijau, berkelanjutan, ramah lingkungan.

Visi ini tidak sebatas nilai artifisial, melainkan konsep keberlanjutan lingkungan yang perlu diintegrasikan ke dalam sistem pengelolaan kota.

Dari sisi antropologi, inklusivitas juga menjadi kekhawatiran, mengingat pembangunan wilayah yang massif ini membutuhkan dana besar sehingga layanannya kelak diperkirakan akan tersegmentasi.

Hal ini tentunya dengan konsekuensi terjadinya gentrifikasi karena berpindahnya penduduk asli ke tempat lain, yang akan menyebabkan memudarnya identitas lokal dan berkurangnya kekayaan budaya Nusantara.

Sementara itu, dari sisi ekonomi, produktivitas kota menjadi isu yang tidak kalah penting esensinya, mengingat kota dengan fungsi administrasi/pemerintahan/ibu kota memang menjadi etalase formal sebuah negara.

Berbagai properti pendukung IKN kelak akan menjadi tengara, tidak hanya bagi wilayah tersebut, tetapi menjadi cermin negara.

IKN memang memiliki kekuatan politis, namun umumnya terdapat magnitude rendah dalam menciptakan economic driven yang menghasilkan pendapatan potensial untuk operasional kota itu sendiri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com