Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Bingung Bedakan KPR Subsidi FLPP dan BP2BT, Ini Penjelasannya

Kompas.com - Diperbarui 23/10/2022, 13:00 WIB
Muhdany Yusuf Laksono,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Apa itu Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT)?

Pertanyaan ini mungkin kerap terlintas di benak Anda, bagaimana membedakan kedua jenis Kredit Pemilikan Rumah (KPR) ini untuk membeli rumah.

Sebab, jenis KPR subsidi di Indonesia cukup beragam. Di satu sisi dapat memberikan banyak pilihan, di sisi lainnya juga bisa membingungkan.

Baca juga: Personel TNI AD Dibekali Aplikasi KPR Khusus, Begini Cara Dapatnya

Hal ini mengingat fasilitas KPR menjadi primadona masyarakat untuk bisa membeli rumah. Khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Sebagai pembuka, definisi KPR tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) PUPR Nomor 20/PRT/M/2019 tentang Kemudahan dan Bantuan Pemilikan Rumah Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah.

Pada Pasal 1 ayat (1) tertulis bahwa KPR adalah kredit atau pembiayaan pemilikan rumah yang diterbitkan oleh bank pelaksana.

Sementara, Pasal 1 ayat 2 menerangkan KPR Bersubsidi adalah kredit atau pembiayaan pemilikan rumah yang mendapat bantuan dan/atau kemudahan pemilikan rumah dari Pemerintah. Khususnya bagi MBR.

Adapun FLPP dan BP2BT merupakan jenis KPR subsidi untuk MBR. Lantas apa perbedaan keduanya? Simak ulasan berikut.

KPR FLPP

Jenis KPR subsidi yang cukup populer di masyarakat ialah FLPP. Meski masih ada jenis serupa yakni Subsidi Selisih Bunga (SSB) dan Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM).

Namun, pada prinsipnya, ketiga jenis KPR subsidi itu tidak ada perbedaan. Justru ada yang saling berkaitan satu sama lain.

Definisi FLPP tercantum dalam Pasal 1 ayat 16. FLPP, yakni dukungan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan kepada MBR yang pengelolaannya dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Lalu pada Pasal 5 ayat 1 diterangkan bahwa FLPP bertujuan untuk menyediakan dana dalam mendukung kredit pemilikan rumah sederhana sehat bagi MBR untuK memperoleh Rumah Umum Tapak dan Sarusun Umum melalui KPR Sejahtera.

Dana FLPP disalurkan kepada kelompok sasaran KPR Sejahtera melalui bank pelaksana. Seperti yang tertulis di dalam Pasal 22.

Penyalurannya dilakukan dengan menggunakan pola penyaluran dengan risiko ketidaktertagihan dana FLPP ditanggung oleh bank pelaksana (executing).

Manfaat yang diberikan FLPP ialah suku bunga paling tinggi 5 persen per tahun (efektif atau anuitas) dengan masa subsidi beserta dan jangka waktu KPR paling lama 20 tahun.

Selanjutnya, nilai angsuran terjangkau, bebas premi asuransi dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) serta uang muka ringan.

Apalagi soal uang muka, masyarakat juga bisa mengajukan SBUM bersamaan dengan KPR FLPP. Sehingga nantinya juga akan memperoleh SBUM sebanyak Rp 4 juta.

Besaran ini sesuai yang tertera dalam Keputusan Menteri PUPR No. 242/KPTS/M/2020 tentang Batasan Penghasilan Kelompok Sasaran Kredit/Pembiayaan Pemilikan Rumah Bersubsidi.

BP2BT

Selain FLPP, terdapat jenis KPR subsidi yang bisa dikategorikan dalam KPR Non-FLPP, seperti halnya BP2BT.

Melansir dari situs Dirjen Pembiayaan Infrastruktur PUPR, BP2BT adalah program bantuan pemerintah yang diberikan kepada MBR yang telah mempunyai tabungan.

Yakni dalam rangka pemenuhan sebagian uang muka perolehan Rumah atau sebagian dana untuk pembangunan Rumah swadaya melalui kredit atau pembiayaan bank pelaksana.

Dana BP2BT adalah bantuan pemerintah yang diberikan satu kali untuk pembayaran uang muka atas pembelian Rumah atau sebagian biaya atas pembanguna Rumah swadaya.

Besaran dana BP2BT yang diberikan kepada penerima ditentukan dari penghasilan kelompok sasaran dan nilai rumah atau Rencana Anggaran biaya (RAB) dengan nilai minimal Rp 21,4 juta dan maksimal Rp 32,4 juta.

Batasan penghasilan kelompok sasaran BP2BT terbagi menjadi 3 zona wilayah. Berdasarkan penghasilan per bulannya.

Zona I terdiri dari Sumatera, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Sulawesi, dan Jawa. Kecuali Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek).

Untuk kepemilikan (beli) rumah tapak maksimal penghasilannya Rp 6 juta per bulan. Sedangkan rumah susun dengan penghasilan maksimal Rp 7 juta per bulan.

Kemudian Zona II, Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Maluku Utara, dan Jabodetabek.

Memiliki penghasilan maksimal Rp 6 juta per bulan untuk kepemilikan (beli) rumah tapak. Sedangkan rumah susun dengan penghasilan maksimal Rp 7,5 juta per bulan.

Lalu Zona III, Papua dan Papua Barat. Memiliki penghasilan maksimal Rp 6,5 juta per bulan untuk kepemilikan (beli) rumah tapak. Sedangkan rumah susun dengan penghasilan maksimal Rp 8,5 juta per bulan.

Di sisi lain, perihal besaran uang muka untuk kepemilikan rumah yang diberikan BP2BT paling sedikit 20 persen dan paling banyak 50 persn dari nilai rumah.

Dengan kelompok sasaran telah menyediakan uang muka minimal 5 persen dari total nilai rumah.

Salah satu bank pelaksana yang menjalin kerja sama dengan Pemerintah dalam hal BP2BT ialah Bank BTN.

Mengutip dari laman Bank BTN, Suku bunga yang ditawarkan sebesar 10 persen untuk tahun pertama, kemudian tahun kedua sebesar 11 persen, dan tahun ketiga sebesar 12 persen.

Sementara untuk tahun keempat suku bunga mengambang denga tetap memperhatikan batas tertinggi yang ditetapkan pemerintah.

Jangka waktunya hingga 20 tahun dengan bebas premi dan PPN.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com