Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Rumah di Bandung, Denpasar, dan Jakarta Lebih Mahal Dibanding New York dan Tokyo

Kompas.com - 15/10/2021, 06:30 WIB
Muhdany Yusuf Laksono,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Rumah layak huni dengan harga terjangkau masih menjadi persoalan di kawasan perkotaan Indonesia. Terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Denpasar.

Pasalnya, harga rumah di ketiga kota ini lebih mahal dibandikan dengan di New York, Singapura, dan Tokyo-Yokohama.

Hal itu disampaikan Direktur Perumahan dan Permukiman Kementerian PPN/Bappenas Tri Dewi Virgiyanti dalam diskusi virtual Indonesia Housing Forum, Kamis (14/10/2021).

"Rasio harga rumah terhadap pendapatan di kota-kota besar dunia menunjukkan bahwa kota-kota di Indonesia memiliki rasio yang melebihi New York, Tokyo, dan Singapura," kata Virgi.

Baca juga: Jangan Asal Beli Rumah, Cek Dulu Track Record Pengembangnya di Aplikasi SiKumbang

Berdasarkan data Kondisi Perumahan Perkotaan 2020, Bandung memiliki rasio 12,1, Denpasar 11,9, dan Jakarta 10,3. Sementara New York 5,7, Singapura 4,8, dan Tokyo-Yokohama 4,8.

Harga rumah yang tinggi ini tidak bisa diakses oleh masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Mereka kemudian cenderung memilih dan tinggal di rumah yang murah, overcrowded, atau perumahan informal yang mungkin kualitasnya tidak baik.

Akibatnya rumah tangga yang tinggal di rumah tidak layak huni (RTLJ) masih terhitung tinggi yakni 36,76 persen.

Kemudian, rumah tangga perkotaan yang tinggal di rumah dengan banyak anggota keluarga atau overcrowded 9,24 persen.

Lalu, rumah tangga perkotaan yang tidak memiliki rumah sama sekali 24,52 persen dan rumah tangga perkotaan dengan sanitasi tidak layak 16,34 persen.

Baca juga: Pemerintah Lambat Urus Tanah, Milenial Hampir Mustahil Punya Rumah

Menurut Virgi, data tersebut masih sebatas rumah individu, bukan kawasan. Karena ada pula yang rumahnya layak tapi kawasannya kurang memadai.

"Satu dari lima penduduk perkotaan tinggal di permukiman kumuh," ujarnya.

Urban Sprawl

Di sisi lain, meluasnya kota atau urban sprawl juga kurang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi di perkotaan. Sehingga menyebabkan pertumbuhan permukiman tanpa arah.

Sementara, rumah dengan kategori RTLH ditilik dari empat indikator, meliputi kecukupan luas rumah, ketahanan dan kualitas bangunan, akses layanan air bersih dan sanitasi.

"Jika keempatnya terpenuhi, tergolong (rumah) layak," imbuhnya.

Baca juga: Sektor Properti Libatkan 175 Jenis Industri dan 350 UKM

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com