Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Reforma Agraria 9 Juta Hektar Dinilai Lambat, Ternyata Ini Sebabnya

Kompas.com - 18/08/2021, 16:00 WIB
Ardiansyah Fadli,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika meminta pemerintah serius menyelesaikan persoalan reforma agraria.

Menurut Dewi, realisasi reforma agraria dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 sangat lambat dan jauh dari target 9 juta hektar lahan.

"Momen peringatan HUT Ke-76 Tahun Republik Indonesia ini mestinya jadi refleksi pemerintah agar dapat menuntaskan 9 juta hektar target dan capaian reforma agraria," kata Dewi kepada Kompas.com, Selasa (17/08/2021).

Lambatnya realisasi reforma agraria ini karena pemerintah masih tebang pilih dalam menyelesaikan konflik-konflik agraria yang terjadi di lapangan.

Dewi menilai pemerintah enggan menyelesaikan konflik agraria yang bersifat struktural, melainkan hanya pada lahan-lahan yang tak bersengketa atau clean and clear.

Padahal, konflik agraria yang bersifat struktural dan mesti diselesaikan oleh pemerintah termasuk skala besar.

Baca juga: KPA Tagih Janji Presiden Tuntaskan 50 Persen Konflik Agraria Tahun Ini

Di antaranya yaitu konflik agraria yang terjadi antara masyarakat dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) (Persero), dan antara masyarakat dengan Perhutani serta lainnya.

Dewi mengutip data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) hingga 2020 reforma agraria dalam hal realisasi redistribusi tanah yang berasal dari pelepasan kawasan hutan baru mencapai 1,35 juta hektar atau 32 persen dari target yang tertuang dalam RPJMN 2020-2021 yaitu 4,5 juta hektar.

Data yang berbeda justru disajikan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), di mana resditribusi tanah baru mencapai 5.400 hektar atau 0,1 persen.

Dewi mempertanyakan adanya perbedan data realisasi redistribusi tanah tersebut.

Selain itu, terkait klaim Kementerian ATR/BPN atas realisasi redistribusi tanah yang merupakan eks-Hak Guna Usaha (HGU), tanah telantar, dan tanah negara lainnya yang telah mencapai 444,398 hektar atau 111 persen dari target yang mencapai 0,4 juta hektar.

Data tersebut bertentangan dengan fakta di lapangan, di mana masih banyaknya Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA) yang merupakan usulan masyarakat belum juga selesai.

"Jadi kalau hasilnya se-fantastis ini mengapa usulan rakyat yang jelas telah menjadi LPRA itu justru macet dan nggak selesai," tegas dia.

Di samping redistribusi tanah, reforma agraria juga dilakukan dalam bentuk legalisasi aset pertanahan dengan target mencapai 4,5 juta hektar.

Laporan KPA mencatat hingga 2021 realisasinya telah mencapai 70 persen.

Namun, legalisasi atau sertifikasi tanah hanya dilakukan pada status tanah biasa, atau yang tidak berkonflik.

Untuk diketahui, dalam RPJM 2020-2024 pemerintah menargetkan reforma agraria seluas 9 juta hektar lahan di Indonesia.

Target 9 juta hektar tersebut merupakan lanjutan dari target reforma agraria dalam RPJMN 2015-2019.

Dari target yang ada, reofrma agraria meliputi dua hak yaitu legalisasi atau sertifikasi aset dengan target seluas 4,5 juta hektar dan redistribusi tanah seluas 4,5 juta hektar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com