Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mural Mirip Presiden Jokowi Dihapus, Ini Tanggapan Pengamat Perkotaan

Kompas.com - 15/08/2021, 19:03 WIB
Ardiansyah Fadli,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mural bergambar mirip Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang bertuliskan "404 Not Found" ramai diperbincangkan warganet di media sosial.

Pembahasan atau cuitan tentang mural itu menjadi trending topic di Twitter dengan tagar #Jokowi404NotFound, Sabtu (14/08/2021).

Mural dengan visualisasi wajah mirip Presiden Jokowi yang terletak di daerah Batu Cepet, Kota Tangerang itu dihapus oleh petugas kepolisian.

Polisi menilai, mural tersebut melecehkan lambang negara yang sekaligus merupakan pemimpin tertinggi Polri.

Baca juga: Warga New York Bikin Mural Black Lives Matter di Depan Trump Tower

Menanggapi hal itu, Arsitek dan Ahli Tata Kota Bambang Eryudhawan mengatakan, pemerintah harus hati-hati dalam memperlakukan mural, grafiti atau seni jalanan (street art).

Menurut Yudha, dihapusnya mural dan seni jalanan tersebut justru dapat menjadi bumerang bagi pemerintah. Terutama kaitannya dengan penilaian masyarakat terhadap penguasa.

"Mural itu sudah ada sejak dulu, bahkan sejak Orde Baru. Waktu itu jadi bagian dari media untuk menyampaikan kritik dan pendapat," kata Yudha kepada Kompas.com, Minggu (15/08/2021).

Seharusnya, imbuh Yudha, pemerintah tidak bersikap represif. Sebaliknya, pemerintah harus memaknai mural sebagai seni dan media seseorang dalam mengemukakan pendapat.

Terlebih, saat ini banyak sekali komunitas kesenian mural, grafiti dan seni jalanan yang terus berkembang.

"Jadi pemerintah juga mesti menyadari bahwa selain sebagai kesenian, mural sebagaimana perkembangannya juga turut menjadi media untuk berpendapat. Hanya, dulu mural-mural itu dilarang, tapi masa pemerintah saat ini mau seperti itu," ungkap Yudha.

Yudha menuturkan, awalnya keberadaan mural dan seni jalanan ini dianggap sebagai urban kill dan hanya mengotori pemandangan perkotaan.

Tetapi seiring perkembangan zaman, kota-kota di dunia justru banyak yang mengintegrasikan mural tersebut dengan desain arsitektur.

"Jadi mural ini diintegrasikan untuk memperindah penataan kota menjadi lebih baik, apalagi mural dibuat pada fasad atau bangunan-bangunan kosong tak berpenghuni, dan membuatnya lebih hidup," ujar dia.

Meski demikian, Yudha menyadari bahwa setiap pemerintah kota memiliki aturan terhadap penataan ruang publik dihias dengan mural.

Namun yang pasti, selain sebagai seni mural juga telah melembaga sebagai simbol dari kebebasan berpendapat seseorang.

"Jadi keberadaan mural itu memang tergantung aturan pemerintah kota, tetapi jika mural Presiden Jokowi dianggap menghina, pertanyaan berikutnya apakah tidak ada lagi kebebasan berekspresi di negeri ini," tuntas Yudha.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com