Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bendungan Buatan China Ini Dianggap Merusak Kehidupan Etnis Minoritas Kamboja

Kompas.com - 10/08/2021, 21:00 WIB
Masya Famely Ruhulessin,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Bendungan buatan pemerintah China dituding telah merusak kehidupan dan mata pencarian penduduk asli dan etnis minoritas di Kamboja.

Human Rights Watch (HRW) mengungkapkan hal itu dalam laporan “Underwater: Human Rights Impacts of a China Belt and Road Project in Cambodia”, Selasa (10/8/2021).

Dikutip dari situs resmi HRW, bendungan Lower Sesan 2 tersebut dibangun pada tahun 2018 dan merupakan salah satu bendungan terluas di Asia.

Dalam laporan setebal 137 halaman itu, HRW menulis adanya pelanggaran hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya akibat berpindahnya hampir 5.000 orang yang tinggal di area bendungan.

Baca juga: Merasa Ditipu, Media Group Laporkan China Sonangol ke Polda Metro Jaya

Padahal mereka telah tinggal di daerah tersebut secara turun-temurun. Adanya bendungan ini juga turut berdampak pada mata pencarian puluhan ribu orang lainnya di hulu dan hilir sungi.

Pihak berwenang Kamboja dan pejabat perusahaan dinilai telah mengabaikan masukan masyarakat yang terkena dampak sebelum proyek ini resmi dimulai.

Banyak warga yang dipaksa menerima kompensasi yang sebenarnya tidak sepadan dengan harta benda dan pendapatan yang hilang.

Setelah kehilangan rumah dan pelayanan yang buruk di lokasi pemukiman baru, masyarakat pun tidak diberikan pelatihan atau bantuan untuk mmendapatkan mata pencarian baru.

“Bendungan Lower Sesan 2 sudah menghilangkan mata pencaharian masyarakat adat dan etnis minoritas yang sebelumnya hidup secara komunal dan memiliki mata pencaharian seperti menangkap ikan, pengumpul hasil hutan, dan pertanian,” kata Direktur Advokasi HRW Asia, John Sifton. 

Baca juga: Pencakar Langit 70 Lantai Bergoyang, China Larang Proyek Gedung Tinggi

Masyarakat adat dan etnis minoritas lainnya yang terkena dampak proyek di Kamboja ini termasuk anggota komunitas Brao, Kuoy, Lao, Jarai, Kreung, Kavet, Tampuan, dan Kachok.

Sejak 2011 hingga selesainya pembangunan bendungan ini pada 2018, banyak masyarakat yang mengajukan protes kepada perusahaan dan pejabat pemerintah, termasuk Perdana Menteri Hun Sen.

Namun para pejabat berulang kali menepis kekhawatiran masyarakat dan menolak diskusi tentang pilhan alternatif lainnya. Beberapa orang yang keberatan bahkan diancam atau di penjara.

Menurut Sifton, Pemerintah Kamboja perlu segera meninjau kembali metode kompensasi, relokasi pemukiman, serta kemungkinan warga mendapatkan mata pencarian baru.

Dalam membuat laporan ini, HRW telah mewawancarai lebih dari 60 orang masyarakat, tokoh masyarakat sipil, akademisi, ilmuwan, dan beberapa orang lainnya yang meneliti proyek tersebut.

Selain itu, tinjauan untuk memperdalam studi akademis, catatan bisnis, dan penelitian oleh organisasi non-pemerintah dan sumber lainnya juga dilakukan.

Bendungan ini merupakan bagian dari proyek Belt and Road Initiative (BRI) Pemerintah China, sebuah proyek infrastruktur multinasional raksasa yang dimulai pada masa pemerintahan Presiden Xi Jinping pada 2013.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com