Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bernardus Djonoputro
Ketua Majelis Kode Etik, Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP)

Bernardus adalah praktisi pembiayaan infrastruktur dan perencanaan kota. Lulusan ITB jurusan Perencanaan Kota dan Wilayah, dan saat ini menjabat Advisor Senior disalah satu firma konsultan terbesar di dunia. Juga duduk sebagai anggota Advisory Board di Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung ( SAPPK ITB).

Selain itu juga aktif sebagai Vice President EAROPH (Eastern Region Organization for Planning and Human Settlement) lembaga afiliasi PBB bidang perencanaan dan pemukiman, dan Fellow di Salzburg Global, lembaga think-tank globalisasi berbasis di Salzburg Austria. Bernardus adalah Penasehat Bidang Perdagangan di Kedubes New Zealand Trade & Enterprise.

Kelayakhunian Kota Setelah Pandemi

Kompas.com - 22/07/2021, 17:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEORANG sahabat mengirimkan foto melalui whatsapp. Andai saja foto yang dia kirim dari London, Inggris, tersebut dikirimkan dua puluh bulan lalu, tentu akan terlihat biasa saja.

Foto di Piccadilly itu terasa begitu asing dalam pikiran saya sekarang setelah sekian lama dalam pandemi, sulit membayangkan suasana kota yang vibrant. Sudah lupa.

Ketika kini kita mulai terbiasa dipaksa dengan kenyamanan rumah, kota kita terus hidup melalui masa-masa sulit ini.

Bahkan, di banyak belahan bumi, warga kota menjadi korban dan semakin menderita akibat kemiskinan.

Bagi perencana kota, pandemi ini mengajak kita berpikir ulang tentang keputusan, kebijakan dan konsekuensinya.

Para perencana diharapkan semakin menyadari pentingnya merencana dengan dasar etika dan moralitas.

Henri Lefèbvre pada tahun 1968 mengemukakan, hak atas kota adalah hak bagi setiap warganya untuk berpartisipasi dalam perencanaan kota dan kebebasan membangun tatanan hubungan sosial di kota.

Sebuah pemikiran puritan dan mendasar bagi para perencana kota.

Namun kini dengan kota-kota kita tertutup untuk kegiatan, dan warga harus tinggal di rumah, perjalanan dibatasi serta hilangnya sebagian besar kegiatan ekonomi, kota kehilangan rona dan vibrancy-nya.

Diskursus urbanisasi yang semula sebagai kegiatan mengikuti arah modal melalui komoditisasi ruang pun berubah arah, menjadi diskursus tentang ruang-ruang layak huni di kantung-kantung perumahan padat perkotaan.

Feri Chen seorang pengajar senior di university of Liverpool dalam artikel nya di The Conversation menekankan dualisme dalam pertumbuhan kota.

Di satu sisi, kota-Kota dunia cenderung semakin membesar, membentuk kawasan metropolitan dan terhubung dengan berbagai moda transport yang saling terkoneksi.

Di sisi lain tumbuh satu level perencanaan baru yang saling terhubung dengan manajemen operasi kota dan kesiagaan bencana.

Di kota-kota China contohnya, perubahan dalam proses perencanaan ini adalah pentingnya perencanaan berbasis big data.

Aplikasi teknologi dan algoritma pola gerak manusia, menghasilkan analisis prediktif yang diandalkan untuk melakukan proyeksi pola ruang kota.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com