Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai Rumah di Menteng dan Pondok Indah Diobral Murah, Ini Tanggapan Para Pengamat

Kompas.com - 08/07/2021, 06:00 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ramai kabar rumah seken di tiga kawasan elite Jakarta, yakni Menteng, Pondok Indah, dan Kelapa Gading, diobral murah selama masa Pandemi Covid-19. 

Kabar ini berawal dari daftar atau listing iklan di salah satu portal jual beli properti dengan harga 50 persen di bawah harga pasar.

Yang menjadi perhatian adalah pada iklan tersebut tertulis atribusi "dijual cepat", dan BU atau "butuh uang".

Kompas.com mencoba mengontak pemasang iklan, namun hingga artikel ini diturunkan tak kunjung berbalas.

Terkait ramainya kabar properti di kawasan elite diobral murah, Head of Residential Services Colliers Indonesia Lenny van Es Sinaga mengatakan, belum bisa dikatakan sebagai sebuah fenomena.

Baca juga: Ini 32 Proyek Properti Jadebotabek yang Dibangun Investor Jepang

Dia pun menyangsikan harga properti seken di kawasan elite tersebut bisa terjun bebas hingga 50 persen di bawah harga pasar.

Hal ini karena dalam pengamatan Lenny, harga jual properti seken di Menteng, Kelapa Gading, dan Pondok Indah selama Pandemi Covid-19, masih dalam posisi normal dan wajar.

"Baik itu harga penawaran atau asking price maupun harga transaksi atau transacted price," ujar Lenny dalam Q2 Property Market Outlook, Rabu (07/07/2021).

Hal senada dikatakan Director Strategic Consulting Cushman & Wakefield Indonesia Arief Rahardjo, bahwa harga rumah seken jatuh hanyalah kasuistis saja.

"Itu yang dikhawatirkan, hanya kasus tertentu saja," kata Arief.

Kendati demikian, Arief menjelaskan, yang banyak terjadi adalah terkoreksinya pertumbuhan harga, bukan harga "diobral" murah dan bukan pula harga merosot drastis.

Baca juga: PPKM Darurat Dinilai Memperburuk Kondisi Investasi Properti

Koreksi pertumbuhan harga ini dipengaruhi oleh banyak faktor. Di antaranya adalah kondisi pasokan dan permintaan.

Sebagai gambaran, pertumbuhan harga properti primer jenis apartemen di ketiga lokasi elite tersebut pada masa booming properti kurun 2013-2014 bisa mencapai 30 persen hingga 40 persen.

"Sekarang pertumbuhan harga hanya lima persen. Ini bukan disebabkan semata oleh pandemi Covid-19, tapi memang kondisi supply dan demand-nya ikut memengaruhi," imbuh Arief.

Selama pandemi 2020-2021 ini, menurut riset Colliers Indonesia, pasokan baru apartemen hanya 6.370 unit. Angka ini paling rendah dalam sewindu terakhir. 

Bahkan, bila dibandingkan dengan tahun 2017 sebagai awal perlambatan pasar properti, pasokan apartemen masih di angka 8.155 unit.

Baca juga: Crazy Rich Indonesia Melonjak 67 Persen, Paling Banyak Belanja Properti

Sementara permintaan hanya di bawah angka 3.000 unit atau tepatnya 2.502 unit. Bandingkan dengan kondisi permintaan pada medio 2016 hingga 2018 yang masih berada di rentang 5.000 unit hingga 9.000 unit.

Rendahnya permintaan ini memicu tertekannya harga jual. Menurut Colliers, tidak ada kenaikan harga jual sama sekali, sehingga tetap stagnan di angka Rp 35 juta per meter persegi.

Rumah Rp 110 Miliar

Khusus kawasan Menteng yang secara tradisional dikenal sebagai tempat bermukim orang-orang penting atau very important persons (VIP), harga properti seken yang ditransaksikan berkisar antara Rp 40 juta hingga Rp 85 juta per meter persegi.

Angka lebih tinggi yakni di atas Rp 100 juta per meter persegi ada di jantung dan titik premium kawasan Menteng.

Baca juga: Penampakan Rumah Termahal Se-Indonesia, Harganya Setara Lamborghini Sesto

Menurut Principal ERA Prestige Louis Tirtomoyo Santoso, harga transaksi yang pernah dibukukannya belum pernah berada di bawah harga pasar.

Dia mengungkapkan, untuk kavling paling murah saja sekitar Rp 22 miliar dengan dimensi 400 meter persegi. Ini artinya, per meter perseginya tembus angka Rp 55 juta.

Sementara nilai transaksi tertinggi yang pernah diraup Louis mencapai Rp 110 miliar untuk sebuah rumah yang berada di lokasi premium Menteng.

"Sebetulnya, jarang terjadi pemilik melepas asetnya dengan harga 30-40 persen atau bahkan sampai 50 persen di bawah harga pasar," ucap Louis.

Kecuali, dia memberi catatan, aset tersebut memiliki kondisi tertentu seperti cacat fisik dan cacat legal, berada di sudut jalan terbuka alias tusuk sate, di pinggir rel kereta, di pinggir kali, dan lain-lain.

Sementara jika kondisi propertinya normal, orang akan menahan asetnya hingga mendapatkan angka penjualan terbaik.

Baca juga: Sinarmas dan Hongkong Land Rilis Rumah Termahal Se-Indonesia Rp 30 Miliar Per Unit

Hal ini karena tidak semua sektor dan bisnis terpengaruh atau terdampak pandemi Covid-19. Masih banyak sektor esensial lain yang justru makin melambung di tengah ketidakpastian saat ini.

Bisnis tersebut adalah f and be-commerce, teknologi dan informasi terkait data center, logistik, perbankan, jasa keuangan, dan lain-lain.

Nah, untuk level C-Suites alias CEO yang berbisnis sektor-sektor tersebutlah yang mnjadi pasar dari properti-properti seken di ketiga kawasan elite, khususnya Menteng.

"Pembeli akan selalu ada. Baik end user maupun investor. Hanya, mereka menunda waktu pembelian. Namun, kami selalu mencatat transaksi sejak Pandemi Covid-19 dimulai hingga saat ini, dengan harga pasar, tentu saja," tutur Louis.

Dus, kata Louis, properti tidak seperti barang konsumsi yang dijual di market place begitu lihat gambar langsung beli.

Calon konsumen pasti melakukan survei terlebih dahulu, riset kecil-kecilan, mengumpulkan banyak informasi terkait rumah yang akan dibeli.

"Apalagi jika iklannya BU, rumah dijual murah, konsumen justru akan semakin terpicu untuk lebih kritis," tuntas Louis.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com