Perbedaan signifikan kedua asumsi ini, tentu akan memengaruhi kelayakan dan appetite investasi jalan tol.
Hal lain yang juga akan menjadi tantangan pada tahun ini adalah keterlibatan sejak awal dari Pemerintah Daerah (Pemda).
Selain Pemerintah Pusat, Pemda memegang kunci krusial dari keberhasilan proyek infrastruktur.
Pemda juga harus menjadi ujung tombak utama dalam merancang komunikasi publik terkait pembangunan infrastruktur.
"Pemda adalah pihak yang mendapatkan keuntungan nilai publik paling tinggi dari keberadaan infrastruktur publik tersebut," tegas Krist.
Di balik tantangan yang tak ringan itu, 2021 juga merupakan tahun pemulihan bagi Indonesia.
Vaksinasi Covid-19 diharapkan dapat secara efektif mengembalikan kegiatan fisik dan mendorong ekonomi yang ditargetkan tumbuh pada level 4-5 persen.
Investasi infrastruktur diprediksi akan kembali menggeliat. Hal ini terlihat dari optimisme pemerintah dalam menetapkan besarnya target pembangunan infrastruktur dan alokasi anggaran.
Pemerintah bermaksud menambah pembangunan jalan tol baru hingga mencapai 4.500 kilometer pada tahun 2024.
Khusus tahun 2021, sepanjang 730 kilometer dapat beroperasi, di antaranya ada di Jalan Tol Trans-Sumatera (428 kilometer), area Metropolitan Jabodetabek (192 kilometer) dan Pulau Jawa (110 kilometer).
Sementara untuk Jalan Tol Trans-Jawa akan berfokus kepada pengembangan, mengingat 959 kilometer dari 1.144 kilometer sudah beroperasi.
Di sisi lain, pemerintah menargetkan sepanjang 2.400 kilometer Jalan Tol Trans-Sumatera akan beroperasi pada tahun 2024.
Sebagian besar rencana pembangunan jalan tol tersebut akan menggunakan skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) atau dikenal juga dengan skema PPP.
Skema ini diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 38 Tahun 2015. Hal ini membawa kesempatan yang besar bagi investor swasta dan badan usaha untuk terus mengembangkan portofolionya di bisnis infrastruktur jalan tol.