JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Negara (ATR/BPN) mencatat hingga Oktober 2020, sengketa konflik dan perkara pengadilan mengenai pertanahan berjumlah 9.000 kasus.
Jumlah kasus konflik pertanahan ini tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Sebagai solusi untuk menyelesaikan konflik tanah, Kementerian ATR/BPN tengah melakukan pendaftaran seluruh bidang tanah.
Analis Hukum Pertahanan dan Properti Eddy Leks mengatakan pendaftaran tanah saja tidak cukup untuk menyelesaikan konflik dan sengketa pertanahan.
Menurutnya, Kementrian ATR/BPN mesti melakukan pengawasan secara ketat terutama terhadap tanah-tanah yang ditelantarkan.
Baca juga: Badan Bank Tanah Dikhawatirkan Berpotensi Jadi Ruang Korupsi Agraria
"Jika memang ditelantarkan, maka aturan bahwa hak atas tanah menjadi hapus atau dapat dicabut perlu untuk dilaksanakan secara konsekuen di seluruh wilayah Indonesia," kata Eddy saat dihubungi Kompas.com, di Jakarta, Rabu (04/11/2020).
Eddy menjelaskan setelah diambil alih oleh negara, tanah-tanah telantar tersebut mesti secepatnya diredistribusikan kepada masyakarat yang membutuhkan.
Hal itu penting dilakukan untuk mengurangi risiko penggarapan tanah tanpa hak atau seenaknya.
"Ini penting agar tanah-tanah kosong yang belum dimanfaatkan juga tidak berarti memberikan hak bagi orang-orang lain untuk menggarap tanah-tanah tersebut seenaknya," imbuh Eddy.
Dia menyarankan Kementerian ATR/BPN menerapkan sanksi secara tegas terhadap seseorang yang melakukan pengadangan tanah-tanah kosong secara tegas tanpa hak tersebut.
Sebelumnya, Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil menegaskan keseriusannya dalam menyelesaikan konflik pertahanan. Tujuannya untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif.
Salah satu cara adalah, pembentukan badan bank tanah yang aturannya telah disahkan dalam UU Cipta Kerja dan ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada Senin (02/11/2020).
Menurutnya badan bank tanah akan sangat berfungsi terutama untuk melakukan pengelolaan tanah di Indonesia.
Sebab, penyebab konflik dan sengketa tanah terjadi karena banyaknya mafia tanah. Dengan bank tanah tersebut, Kementerian ATR/BPN akan secara ketat mengelola dan mengambil tanah-tanah telantar untuk kemudian diredistribusikan kepada masyarakat.
Untuk diketahui, pembentukan badan bank tanah tertuang dalam Pasal 125 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Badan bank tanah berfungsi melaksanakan perencanaan perolehan, pengadaan, pengelolaan, pemanfaatan, dan pendistribusian tanah.
Sementara itu dalam pasal 128 dijelaskan pula bahwa, untuk mendukung investasi, pemegang hak pengelolaan badan bank tanah diberikan kewenangan untuk;
1. Melakukan penyusunan rencana induk
2. Membantu memberikan kemudahan perizinan berusaha
3. Melakukan pengadaan tanah; dan
4. Menentukan tarif pelayanan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.