Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/11/2020, 21:27 WIB
Ardiansyah Fadli,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Konsorium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika menilai pemberian hak milik untuk warga negara asing (WNA) atas satuan rumah susun atau apartemen seperti tercantum dalam Pasal 144 ayat 1 UU Cipta Kerja, cacat hukum.

Aturan tersebut sama sekali tidak mengacu pada UU sebelumnya yaitu UU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, dan UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

"Indonesia sudah punya UU tentang Rusun. Nah UU ini masih tertib karena mengacu pada pengaturan hak atas tanah yang tercantum dalam UU Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria," kata Dewi saat dihubungi Kompas.com, Selasa (03/11/2020).

Padahal, secara hirarki hukum yang benar seharusnya UU Cipta Kerja dibuat untuk merevisi, menghapus, atau mengubah UU yang sudah ada sebelumnya.

Baca juga: Hak Milik Apartemen WNA Dianggap Bertentangan dengan Reforma Agraria

Dewi justru mempertanyakan argumen pemerintah seperti tertuang dalam naskah akademik RUU Pertanahan yang menyebut aturan kepemilikan apartemen bagi WNA ini sebagai upaya untuk menciptakan norma baru.

"Kita sudah punya aturan soal itu, jadi tumpang tindih. Kita sudah punya UU yang mengatur bagaimana kepemilikan satuan rumah susun baik untuk warga Indonesia dan WNA," sambungnya.

Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil meyakini pemberian hak milik satuan rumah susun bagi WNA ini sama sekali tak melanggar ketentuan yang ada dalam UU Pokok Dasar Agraria.

Menurutnya kepemilikan satuan rumah susun berbeda dengan aturan kepemilikan rumah tapak atau landed house.

Oleh karena itu, UU Cipta Kerja mengizinkan WNA hanya memiliki hak ruang, bukan memiliki tanah.

Ilustrasi apartemen.PIXABAY/paulbr75 Ilustrasi apartemen.
"Sebenarnya yang kami bolehkan adalah kepemilikan ruang. Ruang yang namanya sarusun. Undang-undang ini membuat demikian. Kalau orang asing beli maka dia tanah bersama enggak ikut, tapi kalau itu dijual lagi kepada orang Indonesia maka tanah bersama kembali menjadi milik orang Indonesia," kata Sofyan, dalam konferensi persnya di Jakarta, Rabu (07/10/2020).

Diketahui, UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria pasal 21 ayat 1 menyebutkan bahwa hanya warga negara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik.

Kemudian ayat 2 mencantumkan, orang asing yang sesudah berlakunya UU ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan.

Demikian pula warga negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya UU  ini kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu.

Baca juga: Hak Milik Apartemen di Mata Orang Asing

Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu tidak dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada negara,dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.

"Sementara di UU Pokok Agraria itu sudah diatur bahwa WNA itu nggak boleh memiliki hak milik, Hak Guna Usaha (HGU), dan Hak Guna Bangunan (HGB), hanya dibolehkan hak sewa dan hak pakai saja," imbuh Sofyan.

Adapun Pasal 144 ayat 1 UU Cipta Kerja dijelaskan bahwa Hak milik atas satuan rumah susun dapat diberikan kepada di antaranya ;

  1. Warga negara Indonesia,
  2. Badan hukum Indonesia, wargan negara asing yang mempunyai izin sesuai ketentuan peratuean perundang-undanga,
  3. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia; atau
  4. Perwakilan negara asing dan lembaga internasiona yang berada atau mempunyai perwakilan di Indonesia.

Tak hanya itu, ayat 2 Pasal yang sama juga mencantumkan hak milik atas satuan rumah susun dapat beralih atau dialihkan dan dijaminkan.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com