Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bisnis Kos-kosan, Menjanjikan Sambil Menikmati Masa Tua

Endang Sasanti, contohnya. Perempuan ini pensiun dari profesi dosen di perguruan tinggi negeri di Malang, Jawa Timur, yang digelutinya selama 40 tahun sejak 1976 hingga 2016.

Endang mengatakan, bisnis kos-kosan menjanjikan prosek bagus, karena tarif sewanya terus naik, mengikuti inflasi dan cocok dijadikan sebagai penghasilan pasif atau passive income.

Kepada Kompas.com, Selasa, (10/8/2021), Endang bercerita, bisnis kos-kosan lebih menarik ketimbang berjualan barang seperti makanan, pakaian dan lainnya.

Menurutnya, bisnis kos-kosan sangat ringan, tidak membutuhan banyak tenaga kerja, tidak perlu beraktivitas antar atau kirim barang, dan laporan keuangan pun bisa dikerjakan dengan sangat sederhana.

Hal ini tentu saja berbeda dengan menjual barang yang memerlukan laporan keuangan setiap hari dan risiko kesehatan yang sering dialami kalangan usia senja seperti dirinya.

Oleh karena itu, Endang pun memilih membangun rumah kos khusus wanita.

Kos-kosan yang dibangun berlokasi strategis dekat dengan gerbang Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Brawijaya, yang juga dikelilingi para penjual makanan.

Hanya berjalan kaki selama 15 menit dari kampus Brawijaya, kos-kosan ini bisa ditempuh dengan mudah.

Endang merancang rumah kosnya dengan konsep sederhana. Tak banyak ornamen dan dekorasi berlebihan.

Ada tiga lantai dengan 12 kamar di dalamnya. Setiap unit kamar kos berukuran 3x3 meter yang sudah dilengkapi dengan kamar mandi dan furnitur.

Perawatan bangunan kos juga mudah, bisa dibersihkan setiap hari. Pengecatan ulang baru dilakukan jika ada permintaan anak kos baru.

"Biasanya mereka meminta dicat ulang agar kamarnya sesuai dengan kekinian. Selain itu juga perawatan hanya pada renovasi struktur bangunan yang dilakukan per enam bulan sekali," tutur Endang.

Tak cuma menyediakan kamar kos, Endang menerapkan peraturan ketat demi menjaga keamanan dan kenyamanan para penghuni.

Peraturan tersebut berupa; tidak boleh membawa teman untuk menginap lebih dari seminggu, tidak boleh membawa teman lawan jenis dan jam malam dengan batas maksimum pukul 21.00 WIB.

"Jam malam dikecualikan untuk mahasiswa praktikum di lab atau yang mengikuti upacara keagamaan," imbuh Endang.

Adapun sistem pembayaran dikenakan setiap bulan, untuk meringankan beban mahasiswa.

"Alasan saya, jika menerapkan sistem pembayaran per tahun, per tiga bulan atau per enam bulan sekali akan memberatkan mahasiswa tingkat akhir yang hanya menunggu waktu yudisium atau waktu wisuda," ungkap Endang.

Terlebih pada masa pandemi Covid-19, Endang menerapkan sistem parkir barang saja. Mahasiswa hanya perlu membayar 50 persen dari harga normal Rp 850.000 per bulan.

Dengan harga tersebut, setiap mahasiswa sudah mendapatkan fasilitas wifi, dapur umur, parkir kendaraan motor dan listrik 900 watt.

Endang memaparkan untuk membangun bisnis kos ini, dia merogoh kocek sekitar Rp 1,5 miliar.

Sementara biaya operasional dan pengeluaran tak terduga, hanya 25 persen dari pendapatan Rp 10,2 juta atau Rp 3,050 juta per bulan.

"Dengan demikian keuntungan per bulan yang berhasil saya raup adalah sebesar Rp 7,15 juta. Itu perhitungan sederhana. Dan saya tidak meminjam dana bank untuk bangun kos-kosan ini," ungkap Endang.

Pendapatan akan lebih besar jika okupansi di atas 100 persen. Artinya, ada masa-masa di mana mahasiswa hanya membutuhkan waktu seminggu atau dua minggu untuk tugas akhir atau wisuda.

Mereka tetap membayar penuh meski menempati kamar kos hanya separuh waktu.

https://www.kompas.com/properti/read/2021/08/10/163000221/bisnis-kos-kosan-menjanjikan-sambil-menikmati-masa-tua

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke