Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sebelum Jadi Cagar Budaya, Rumah Gubernur Jenderal VOC Sempat Akan Dibongkar

Cagar budaya yang terdapat di kompleks kampus tersebut yaitu Rumah Cimanggis.

Rumah ini merupakan bangunan peninggalan Gubernur Jenderal Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) Petrus Albertus van der Parra.

Petrus membangun rumah tersebut untuk istri keduanya, Johana van der Parra atau Adrianna Johanna Bake pada Tahun 1771.

Pembangunan rumah tersebut dilakukan oleh Arsitek David J Smith yang memakan waktu kurang lebih empat tahun atau tuntas Tahun 1775.

Mengutip Harian Kompas edisi 28 Desember 2017,  Rumah Cimanggis dibangun seluas sekitar 1.000 meter persegi dengan luas lahan 200 hektar di Jalan Raya Bogor Km 34.

Namun, setelah Petrus dan Johanna meninggal, rumah tersebut dibeli oleh David.

Ketua Depok Heritage Community (DHC) Farah Diba mengatakan, pada Tahun 1935, rumah ini akhirnya menjadi milik WL Samuel De Meyer, seseorang berkewarganegaraan Belanda.

”Entah bagaimana, tahun 1935, bangunan dan lahan tersebut milik WL Samuel De Meyer, dan tahun 1964 menjadi aset Radio Republik Indonesia (RRI)," kata Farra.

Farra melanjutkan, sekitar tahun 1978, aset tersebut sempat disekat dan dijadikan rumah tinggal beberapa karyawan RRI.

Setiap enam bulan sekali, tim DHC mengevaluasi temuan dan pengamatan semua anggotanya terhadap sejumlah situs bersejarah, kawasan, dan bangunan cagar budaya di Depok dan sekitarnya.

Karena adanya informasi itu, tim DHC akhirnya terus memantau perkembangan obyek Rumah Cimanggis secara intensif di lapangan.

Selain itu, DHC juga memotret, mencatat, dan mewawancarai sejumlah saksi di sekitar Rumah Cimanggis.

Dari pengamatan timnya tersebut, Farah akhirnya mengetahui bahwa pernah ada seorang pria mengaku gelandangan bernama Benny tinggal di tempat ini selama 30 tahun.

Menurut Farah, Benny merupakan saksi utama saat bangunan ini masih memiliki perabotan rumah tangga hingga daun-daun jendela hilang dicuri.

Tahun 2013, DHC mencatat dan memotret bahwa daun-daun jendela Rumah Cimanggis masih utuh.

Namun tiga tahun setelahnya, hanya tersisa atap bangunan. Sejak Tahun 2017, atap bangunan sudah benar-benar hilang.

”Kalau Anda datang akhir November lalu (2017) atau sebelumnya, bangunan ini nyaris tak tampak karena seluruhnya tertutup semak belukar," tambah Farah.

Namun, sejak awal Desember Tahun 2017, semak belukar di sekeliling rumah mulai dibersihkan.

Rumah Cimanggis terdiri dari satu ruang tamu diapit dua kamar tidur, 1 ruang keluarga yang juga diapit dua kamar tdiur, serta ruang dapur dan kamar pekerja.

”Dulu di depan rumah, sebelah kiri, ada lonceng budak yang mengatur jadwal harian pekerja perkebunan karet yang membentang di sekitar Rrumah Cimanggis," kata Farah.

Selain DHC yang mengutuk keras atas perobohan Rumah Cimanggis, Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein (YLCC) pun demikian.

Kepala Bidang Aset dan Sejarah YLCC Ferdy Jonathans mengatakan hal itu pada 28 Desember 2017 lalu.

"Saya mengecam keras rencana merobohkan bangunan bersejarah ini,” kata Ferdy.

Alasan merobohkan Rumah Cimanggis untuk didirikan bangunan baru di atasnya karena Pemerintah Kota (Pemkot) Depok serta pihak pemilik lahan tidak memberikan informasi yang cukup mengenai bangunan tersebut.

Namun, kata Farah, Rumah Cimanggis sudah didaftarkan sebagai bangunan cagar budaya dan telah mendapatkan penetapan itu dari Balai Pelestarian Cagar Budaya.

Dia tak menampik, penetapan terganjal di tingkat kota karena Pemkot Depok tidak memiliki Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) seperti di DKI Jakarta.

Meski begitu, menurut Farah, hal itu bukan menjadi alasan untuk merobohkan Rumah Cimanggis. Oleh karena itu, Pemerintah Pusat diminta tanggap dalam mengerahkan TACB yang dimiliki.

Atas adanya kecaman ini, Ketua Pelaksana Harian Pembangunan UIII Komaruddin Hidayat memastikan, rumah bekas tempat tinggal milik Johanna ini tidak akan dibongkar, namun akan direhabilitasi secara keseluruhan.

"Tidak akan dibongkar. Bahkan, mungkin akan kami rehabilitasi total dan alihfungsikan sebagai kafe atau museum atau keduanya. Akan tetapi, bukan sebagai gedung rektorat,” tegas Komarudin.

Dia mengimbau agar isu Rumah Cimanggis ini tidak menenggelamkan isu positif pembangunan UIII sebagai pusat pendidikan utama Islam modern, moderat, terbuka, dan mendunia. 

Kalangan arkeolog, para pencinta sejarah dan warisan budaya merespon positif dengan adanya hal ini.

”Rumah Cimanggis menjadi tempat penting bagi publik belajar sejarah, arsitektur, dan penataan wilayah,” kata Ketua TACB Jawa Barat Lutfhi Yondri kala itu.

Hingga akhirnya, TACB Jawa Barat melakukan penyusunan rekomendasi kepada Pemkot Depok untuk menetapkan Rumah Cimanggis sebagai cagar budaya karena memenuhi kriteria.

Sebab, bangunan itu memenuhi syarat berusia 50 tahun atau lebih, mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 tahun, serta memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan kebudayaan.

Lutfi mengatakan, rekomendasi tersebut telah diserahkan kepada Pemkot Depok untuk diterbitkan sebagai cagar budaya yang dituangkan dalam Surat Keputusan (SK) Wali kota Depok.

”SK ini yang akan menjadi dasar hukum perlindungan bangunan cagar budaya di Kota Depok. Saat ini yang mendesak adalah Rumah Cimanggis karena terancam dihancurkan," lanjut Lutfi.

Dengan begitu, Rumah Cimanggis bisa masuk rencana pembangunan dan direvitalisasi.

Mengutip Kompas.com edisi 1 Oktober 2018, Rumah Cimanggis akhirnya ditetapkan menjadi cagar budaya oleh Wali Kota Depok Muhammad Idris sebagai bangunan yang dilindungi.

Penetapan ini tertuang dalam SK Nomor 593/289/Kpts/Disporyata/Huk/2018 pada 24 September 2018 tentang Penetapan Bangunan Cagar Budaya Gedung Tinggi Rumah Cimanggis.

Rencananya, Rumah Cimanggis akan difungsikan menjadi galeri di lingkungan kampus UIII, disamping pelestarian.

Menurut Direktur Jenderal (Dirjen) Cipta Karya Kementerian PUPR Diana Kusumastuti, bangunan bersejarah ini dapat menjadi ikon menarik di UIII karena berdiri di area kampus tersebut.

“Penataan yang sedang berjalan saat ini dilaksanakan sesuai dengan kaidah-kaidah pelestarian," kata Diana dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Sabtu (08/05/2021).

Oleh karena itu, dia meminta kontraktor dapat menjaga kualitas pembangunan cagar budaya tersebut.

Proyek dengan anggaran senilai Rp 10,5 miliar ini dikerjakan oleh kontraktor PT Laga Pratama Interindo.

Saat ini, progres pekerjaan fisik penataan Rumah Cimanggis telah mencapai 39,91 persen.

Diana mengungkapkan, penataan Rumah Cimanggis merupakan salah satu komitmen Kementerian PUPR untuk turut serta berkontribusi dalam pelestarian bangunan cagar budaya.

Penataan bangunan yang telah menjadi cagar budaya telah dilaksanakan sejak September 2020 dan ditargetkan rampung pada Juli 2021.

https://www.kompas.com/properti/read/2021/05/13/203240721/sebelum-jadi-cagar-budaya-rumah-gubernur-jenderal-voc-sempat-akan

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke