Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sejarah Stadion Utama GBK Senayan, Pemancangan Tiang Pertama Dihadiri Nikita Kruschev

Tak hanya digunakan sebagai tempat latihan sepak bola, Stadion GBK Senayan merupakan kandang andalan Tim Nasional (Timnas) Indonesia saat berlaga dengan negara-negara dunia.

Bahkan, belum lama ini, Stadion GBK Senayan terpilih menjadi stadion terfavorit di Asia Tenggara versi Federasi Sepak Bola Asia (AFC).

Stadion kebanggaan bangsa itu terpilih menjadi yang terfavorit berdasarkan pemungutan suara melalui laman resmi AFC.

Stadion GBK Senayan unggul telak dari empat stadion milik negara tetangga seperti Stadium Australia di Australia, Stadion Nasional Bukit Jalil di Malaysia, Stadion My Dinh di Vietnam, dan Stadion Rajamangala di Thailand.

Bahkan, stadion ini juga kerap digunakan sebagai perhelatan konser musik, acara keagamaan, hingga kegiatan politik berskala besar.

Sejarah

Sejatinya, stadion utama GBK Senayan dibangun pada 8 Februari 1960 pada masa pemerintahan Presiden pertama RI Soekarno.

Pembangunannya dilakukan menyusul terpilihnya Indonesia sebagai tuan rumah Asian Games ke-IV, Tahun 23 Mei 1958.

Tentu saja, momen ini menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia yang notabene baru saja merasakan kemerdekaan.

Karena hal itu pula, Indonesia juga merasa cemas karena mengalami keterbatasan dana dan sumber daya manusia (SDM).

Namun, bagi Soekarno, perhelatan Asian Games ke-IV yang digelar pada Tahun 1962 menjadi kesempatan untuk menunjukkan betapa hebatnya Indonesia di mata dunia. 

Pemberitaan Kompas.com pada 10 Juli 2018 menyebutkan, Indonesia diwajibkan membangun multi-sports complex yang kala itu belum terbayangkan di benak masyarakat awam.

Keppres ini diterbitkan untuk membentuk lembaga Dewan Asian Games Indonesia (DAGI) yang bertugas menyiapkan perhelatan Asian Games Tahun 1962.

Selanjutnya, Soekarno memberi mandat kepada Menteri Muda Penerangan R Maladi pada Juli 1959.

Dalam mandatnya, Soekarno meminta agar Maladi membangun sport venues (tempat olahraga), perkampungan atlet, Hotel Indonesia, jalan baru dari Grogol ke Cawang, siaran televisi, dan sarana prasarana lainnya.

Mandat itu sempat menuai pertanyaan lantaran kepala negara memberikan tanggung jawab teramat besar kepada seorang menteri muda, padahal ada menteri senior lainnya dengan bidang terkait.

Namun, Soekarno memastikan dalam sidang kabinet, DAGI yang kala itu diurus oleh Maladi, merupakan lembaga non-pemerintah yang memang bertanggung jawab langsung kepada Asian Games Federation (AGF).

Akhirnya, pembangunan pun dilakukan pada 8 Februari 1960 yang didanai lewat pinjaman lunak senilai 12,5 juta dollar AS atau setara Rp 15,062 miliar (kurs Tahun 1960 1 dollar=Rp 1.205).

Pada waktu yang sama, Uni Soviet pun mengirimkan insinyur dan teknisinya untuk merancang stadion utama GBK.

Bahkan, Perdana Menteri Uni Soviet Nikita Kruschev turut hadir dalam pemancangan tiang pertama.

Soekarno yang merupakan Insinyur Sipil Jurusan Bangunan dari Technische Hoogeschool te Bandoeng (THB, kini jadi Institut Teknologi Bandung) ini punya rancangan sendiri soal wujud stadion utama yang akan dibangun.

Waktu itu, dia terinspirasi air mancur di Museo Antropologia de Mexico ketika berkunjung ke Meksiko.

Dilihat dari arah tempat duduknya, nampak bentuk atap bundar dari sumber air mancur. Atap bundar itu hanya disangga tiang beton.

Maka, seluruh bagian atap stadion utama GBK dirancang sama sekali tidak memakai penyangga di tengah.

Sehingga, penyangga atap seluruhnya berada di tepi mengelilingi bangunan stadion.

Dalam pidatonya kepada para olahragawan, Soekarno yang sedang mengikuti pemusatan latihan untuk Asian Games ke-IV meminta arsitek Uni Soviet membuat atap model temu gelang di SUGBK.

Arsitek Uni Soviet kala itu mengatakan hal itu tidak mungkin dilakukan.

"Tidak, saya katakan sekali lagi, tidak. Atap stadion kita harus temu gelang," perintah Soekarno saat itu.

Menurut Soekarno, desain atap dengan model itu bisa membuat penonton terhindar dari teriknya sinar matahari.

Dia juga ingin Indonesia punya stadion utama yang memiliki atap dengan bentuk tersebut dan memukau siapa saja yang melihatnya.

Tak disangka-sangka, musibah sempat melanda atap temu gelang kebanggaan Soekarno ini.

Pada 23 Oktober 1961 pukul 18.45, percikan api membakar beberapa bagian bangunan yang sudah setengah jadi.

Kebakaran paling banyak menghancurkan rangkaian kayu penyangga kerangka besi yang mengakibatkan atap stadion yang belum selesai itu hancur. 

Meski kecil, kebakaran itu membuat geger dunia. Harian The Strait Times dari Singapura menulis headline, “Lonceng Kematian Asian Games Segera Berbunyi dari Jakarta”.

Para anggota AGF khawatir pelaksanaan bakal tertunda. Hingga akhirnya, Pemerintah membuat dua komisi independen untuk mengusut kasus kebakaran ini.

Selama dua setengah tahun pembangunannya, 2,5 juta meter kubik tanah harus digali di lokasi yang kira-kira memerlukan 800.000 truk.

Beton yang harus dicor sebanyak 100.000 meter kubik dan memerlukan 800.000 sak semen. Jika disejajarkan, panjang sak semen itu mencapai 640 kilometer atau sepanjang Jakarta hingga Semarang.

Beton bertulang untuk stadion utama juga tak kalah fantastis. Sebanyak 21.000 ton besi beton.

Secara keseluruhan, lebih dari 12.000 lebih tenaga kerja membangun SUGBK dari pagi hingga malam.

Sebulan sebelum Asian Games ke-IV digelar, SUGBK diresmikan pada 21 Juli 1962 oleh Soekarno pukul 17.00 WIB beserta rombongan menteri dan perwakilan korps diplomatik.

https://www.kompas.com/properti/read/2021/03/22/210941921/sejarah-stadion-utama-gbk-senayan-pemancangan-tiang-pertama-dihadiri

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke