Parapuan.co- Terlaksananya pembacaan naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia, tidak lepas dari peran perempuan.
Tak hanya sosok Ibu Fatmawati, ada salah satu perempuan Jepang bernama Satsuki Mishima yang juga ikut ambil peran.
Satsuki Mishima adalah pahlawan perempuan yang membantu para proklamator lainnya untuk membuat naskah proklamasi.
Melansir Parapuan.co, ia adalah satu-satunya perempuan Jepang yang ada di rumah Laksamana Maeda saat para proklamator merancang naskah proklamasi.
Tanpa ada perempuan asal Jepang tersebut, sepertinya Hari Kemerdekaan Indonesia tidak akan dirayakan pada 17 Agustus 1945.
Satsuki Mishima sendiri merupakan seorang sekretaris sekaligus pembantu di rumah Laksmana Maeda.
Dilansir dari Kompas.com, Satsuki Mishima membantu meminjam mesin tik di kantor militer Jepang yang kemudian dipakai Sayuti Melik untuk mengetik naskah proklamasi.
Ia mengorbankan diri agar keberadaan para proklamator tidak diketahui oleh tentara Jepang.
Berikut cerita tentang peran Satsuki Mishima dalam penulisan naskah proklamasi melansir Tribunnews.com !
Baca juga: Jadi Salah Satu Pahlawan Perempuan di Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Ini Peran Penting Fatmawati
Pada 16 Agustus 1945, Sukarno dan Hatta diculik oleh Soekarni Kartodiwirjo dan beberapa pemuda ke Rengasdengklok, Jawa Barat.
Ketika mendengar informasi tersebut, Achmad Subardjo yang bekerja di kantor penasihat angkatan darat Jepang mendapatkan langsung menuju ke Rengasdengklok.
Achmad Subardjo menuju ke Rengasdengklok untuk bernegosiasi agar Soekarno-Hatta bisa dibebeaskan.
Para pemuda kemudian bersedia membebaskan Soekarno-Hatta dengan syarat proklamasi harus segera diumumkan tanpa bantuan Jepang.
Malam harinya, Soekarno-Hatta kembali ke Jakarta untuk memverifikasi kekalahan Jepang di tangan sekutu.
Berkat koneksi Achmad Soebarjo, para tokoh bersembunyi di rumah Laksamana Tadashi Maeda, perwira penghubung Angkatan Laut Jepang di Jakarta.
Kemudian Maeda mengusulkan agar Soekarno, Hatta dan Achmad Soebarjo menemui Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto, kepala staf Tentara Angkatan Darat ke-16 yang menjadi kepala pemerintahan militer Jepang di Hindia Belanda atau yang disebut Gunseikan.
Namun Yamamoto tidak menerima kedatangan Soekarno-Hatta yang diantar oleh Laksamana Maeda.
Ia justru memerintahkan Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum Pemerintahan Militer Jepang, untuk menerima kedatangan rombongan tersebut.
Baca juga: Mengenal Siti Manggopoh, Pahlawan Perempuan yang Dijuluki Singa Betina dari Minang
Namun sayangnya, kondisi berubah dan banyak syarat yang diajukan oleh Jenderal Nishimura.
Akhirnya muncul ide untuk menggunakan rumah Laksamana Muda Maeda sebagai lokasi persiapan kemerdekaan.
Rumah Laksamana Maeda dipilih karena berada di wilayah Angkatan Laut Jepang sehingga tentara Jepang tidak bisa memasuki sembarangan.
Pada (16/8/1945) pukul 22.00, Achmad Soebardjo, Soekarno dan Hatta meminta izin kepada Laksamana Maeda untuk menggunakan rumahnya sebagai lokasi persiapan kemerdekaan.
Usai Maeda mengizinkan, para pemuda berinisiatif menjemput anggota PPKI dari berbagai daerah.
Saat para proklamator berkumpul di rumah Laksmana Maeda inilah, ada sosok Satsuki Mishima yang merupakan sekretaris dan pembantunya.
Satsuki Mishima membantu meminjamkan mesin tik di kantor militer Jepang yang dipakai oleh Sayuti Melik untuk mengetik naskah proklamasi.
Setelah proklamasi dibacakan, Laksamana Maeda harus menanggung konsekuensi berat lantaran mengizinkan rumahnya menjadi tempat perumusan naskah proklamasi.
Pada September 1945, Maeda dan stafnya, Shigetada Nishijima, ditangkap dan dimasukkan ke penjara Glodok dan rutan Salemba.
Laksmana Maeda dipaksa mengaku oleh Belanda untuk mengatakan jika Indonesia yakni negara buatan Jepang.
Keduanya tetap tidak mau mengakui dan terus disiksa.
Kemudian Laksmana Maeda dipulangkan ke Jepang dan mengundurkan diri dari angkatan laut Jepang menjadi rakyat biasa.
Laksmana Maeda hidup tanpa tunjangan pensiun.
Pada 17 Agustus 1977, Maeda diundang pemerintah Indonesia untuk menerima tanda kehormatan Bintang Jasa Nararya. (*)