Badai Pasti Berlalu

Kompas.com - 28/06/2009, 04:12 WIB

BRE REDANA DAN SALOMO SIMANUNGKALIT

Peluncuran buku ”Cerpen Kompas Pilihan” serta penganugerahan cerpen terbaik, yang beberapa tahun terakhir menjadi bagian dari acara ulang tahun harian ”Kompas”, besok malam akan diisi oleh penampilan Yockie Suryo Prayogo dan Berlian Hutauruk. Tajuknya: ”Pop Ruwatan: Badai Pasti Berlalu”.

Keduanya, Yockie dan Berlian, telah menapaki jalan panjang, dan terlibat dalam momen-momen yang menjadi milestone dunia musik pop Indonesia. Lagu Badai Pasti Berlalu pada paruh kedua 1970-an—yang bisa kita sebut sebagai magnum opus itu—tetap menggetarkan. Ada satu hal lagi, dalam krisis negeri ini sekarang, kita juga bisa mengekspresikan diri melalui musik pop, untuk menyatakan keprihatinan sekaligus optimisme akan masa depan, dalam semacam laku ”ruwatan”. Itulah latar belakang ”Pop Ruwatan: Badai Pasti Berlalu”, dalam rangka HUT Ke-44 Harian Kompas, yang akan berlangsung di Bentara Budaya Jakarta, Senin (29/6) pukul 19.00.

Yockie mengenang, bagaimana pada masa itu penyanyi Chrisye, yang juga sahabatnya, muncul di kediamannya bersama Eros Djarot (kini ”r”-nya ditambah menjadi Erros). ”Saya belum kenal benar meski saya sudah tahu, dia penyanyi lewat Barongs Band,” cerita Yockie mengenai pertemuannya dengan Erros pada masa itu.

Erros sedang merencanakan mengerjakan musik untuk ilustrasi film Badai Pasti Berlalu garapan Teguh Karya. ”Kalau saya pikir ulang, perlu ditelusuri spirit Teguh Karya, yang mencuat lewat puisi-puisi dalam Badai,” ucap Yockie.

Boleh dikata, Badai sebagian besar dilahirkan oleh semangat, spirit, greget—jauh dari naluri industrial. ”Saya terus terang mengatakan enggak usah ngomongin duit kalau mau bermusik. Yang penting happy...,” kata Yockie. ”Nyatanya ada benarnya. Memang enggak ada duitnya, alias kerja bakti, malah kadang kami bertiga (maksudnya dia bersama Chrisye dan Erros) harus nombok.”

Meledak

Dia kenang, bagaimana mereka bertiga bekerja di sebuah studio sewaan di bilangan Pluit, Jakarta Utara, yang dilukiskan oleh Yockie keadaannya lebih mirip ”kandang”. Studio itu adalah studio Irama Mas, milik produser yang biasa disapa dengan sebutan In Chung, yang dikenang Yockie sebagai sosok yang sangat kooperatif.

Tadinya, yang akan dikerjakan adalah membuat lagu untuk ilustrasi film, yang kesinambungan serta durasinya bertumpu pada gambar-gambar dari alur cerita film itu sendiri. Hanya kemudian antusiasme mereka berkembang, untuk mengembangkan lagu-lagu tadi menjadi rekaman kaset sekalian. ”Sambil menyelam minum air, kami sudah telanjur bekerja di studio,” kata Yockie.

Di studio itulah, dengan semangat avonturir semacam itu, album Badai Pasti Berlalu lahir. Ketika album selesai, Yockie masih ingat, tak ada seorang produser pun bersedia mengedarkan. Musik dalam album itu boleh jadi mereka anggap ”aneh”.

In Chung merasa iba. Produser ini menyatakan bersedia mengedarkannya, dengan memajang antara lain di toko kasetnya di Glodok, yang dikenal sebagai distributor lagu-lagu dangdut dan klenengan.

Satu bulan, dua bulan, dikenang Yockie, suasana adem-adem saja. Baru beberapa waktu kemudian, perlahan-lahan penjualan album Badai meningkat, sebelum kemudian meledak, menjadi album terlaris pada zamannya, sekaligus menjadi album dengan capaian musik yang sangat penting dalam sejarah musik pop Indonesia.

Tembang lestari

Dengan berkibarnya album Badai dalam bisnis musik pop, berkibar pula masalah. Segala hal menyangkut siapa pencipta, siapa paling berhak atas royalti Badai, bagaimana duduk soal lagu-lagu di situ sebagai ilustrasi film menjadi kaset yang beredar luas, berbuntut kasus ke pengadilan, antara Erros dengan Berlian Hutauruk.

”Saya sudah bosen ngomongin-nya,” begitu kata Berlian kalau diajak berbincang mengenai Badai.

Adapun Yockie berusaha memilah, antara sejarah artistik album itu dan sejarah industrinya. Sejarah artistik, bagi dia, masih bisa diperbincangkan karena itu menyangkut bagaimana pemusik seperti dia memandang proses kreatif dalam diri sendiri. Sedangkan mengenai sejarah industrinya, Yockie berucap, ”Itu proses masa lalu, yang harus diterima dengan lapang.”

Berlian sendiri bukan hanya kali itu terlibat dalam suatu momen, berada dalam lingkungan seniman musik yang menelurkan karya monumental. Sebelumnya, pada masa itu ia telah bekerja sama dengan pemusik Idris Sardi, menggarap musik film Karmila (sutradara Ami Prijono). Bersama Idris Sardi pula dia melahirkan Nyanyian Cinta, yang pada masa itu oleh Idris diselesaikan di studio rekaman di Jepang.

Sebut nama-nama penting dalam sejarah dunia musik kita, Berlian pernah terlibat bersama mereka. Misalnya dengan Nick Mamahit, atau Jack Lesmana, yang dia merasa banyak belajar. Tak ketinggalan tentu kakak perempuannya sendiri, Tarida Hutauruk, yang lewat vokal Berlian kita mengenal lagu pop dengan jati diri yang tegas, Dirimu Satu.

Pernah pula ia tampil bersama Leo Kristi, dalam sebuah acara musik di televisi. ”He’s so nice...” kata perempuan berbintang Libra ini mengenangkan kerja samanya dengan Leo dulu. Lagu Leo yang dibawakannya dulu, Tembang Lestari, akan menjadi salah satu nomor yang bakal ditampilkan di Bentara Budaya.

Keseragaman

Dunia masa lalu itu memang telah berlalu kini. Ada yang hilang? Jelas. Pada masa itu, dengan teknologi rekaman musik yang teramat terbatas dibandingkan kecanggihan teknologi rekaman masa kini, nyatanya telah mampu melahirkan karya-karya penting—setidaknya karya-karya yang kaya ragam. Beberapa karya dengan keragaman dan kekhasan masing-masing itu mencuat ke permukaan seperti Badai, bahkan tanpa rekayasa pasar.

Kini, semangat industrial dan keserakahan pasar seolah menyodorkan segala-galanya bagi kita. Penawaran seolah begitu banyak, bahkan berlimpah. Namun, tengoklah, di antaranya banjirnya penawaran itu, juga sebegitu luaskah pilihan?

Rasanya tidak. Yang kita lihat sekarang adalah keseragaman oleh industri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Komentar
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com