Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Justika
Platform Konsultasi Hukum

Justika adalah platform konsultasi hukum via online dengan puluhan konsultan hukum profesional dan berpengalaman.

Per-Oktober 2021, lebih dari 19.000 masalah hukum di berbagai bidang hukum telah dikonsultasikan bersama Justika.

Justika memudahkan pengguna agar dapat menanyakan masalah hukum melalui fitur chat kapan pun dan di mana pun.

Justika tidak hanya melayani konsultasi hukum, namun di semua fase kebutuhan layanan hukum, mulai dari pembuatan dokumen hingga pendampingan hukum.

Untuk informasi selengkapnya, kunjungi situs justika di www.justika.com atau tanya Admin Justika melalui email halo@justika.info atau Whatsapp di 0821 3000 7093.

Apakah Pasangan Beda Agama Bisa Menikah Sah secara Hukum? Simak Ulasannya

Kompas.com - 07/01/2022, 06:00 WIB
Justika,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

Konsultasi Hukum

Kupas tuntas dan jelas perkara hukum

Ajukan pertanyaan tanpa ragu di konsultasi hukum Kompas.com

Oleh: Hanna Marissa, S.H., M.Commerce

Menikah menjadi tujuan mulia setiap pasangan untuk dapat membentuk keluarga serta salah satunya juga untuk dapat menunaikan perintah agamanya.

Kenyataan yang terjadi, pasangan yang memiliki agama berbeda di antara keduanya tidak menjadi halangan untuk tetap melangsungkan pernikahan.

Hal yang kerap menjadi pertanyaan, apakah pasangan yang menikah dengan berbeda agama tetap sah menurut hukum di Indonesia?

Apa konsekuensi hukum atas pernikahan berbeda agama tersebut? Selain itu, adakah kepastian bahwa pernikahan pasangan tersebut dapat tercatat di catatan sipil?

Pernikahan beda agama adalah hal yang sering terjadi di Indonesia. Tidak sedikit pasangan yang berbeda keyakinan ingin mengesahkan hubungan mereka secara resmi melalui lembaga agama dan hukum yang berlaku.

Kadang dengan informasi yang minim, mereka tetap melakukan pernikahan beda agama sampai ke luar negeri, tanpa mengetahui konsekuensi hukum yang akan terjadi.

Indonesia adalah negara hukum yang dalam menjalankan suatu tindakan, semua berdasarkan pada aturan atau sesuai dengan hukum yang berlaku.

Termasuk untuk perkawinan yang diatur dalam Undang-undang No. 1 tahun 1974.

Dalam Undang-undang tersebut, pada pasal 2 ayat (1) mengatakan “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”.

Ayat (2) “Tiap-tiap Perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Penjelasan untuk 2 ayat tersebut adalah jelas bahwa negara hanya mengakui perkawinan yang dilakukan secara sah menurut agama masing-masing.

Pada artinya pernikahan beda agama tidak dapat dianggap sah oleh hukum kecuali salah satu pihak mengikuti agamanya.

Hal ini juga dipertegas dengan edaran surat dari Mahkamah Agung pada tanggal 30 Januari 2019 No.231/PAN/HK.05/1/2019 poin 2 yang menjelaskan tentang pencatatan perkawinan beda agama:

Perkawinan beda agama tidak diakui oleh negara dan tidak dapat dicatatkan. Akan tetapi, jika perkawinan tersebut dilaksanakan berdasarkan agama salah satu pasangan dan pasangan yang lain menundukkan diri kepada agama pasangannya, maka perkawinan tersebut dapat dicatatkan. Misalnya, jika perkawinan dilaksanakan berdasarkan agama Kristen maka dicatatkan di Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, begitu pula jika perkawinan dilaksanakan berdasarkan agama Islam maka perkawinan pasangan tersebut dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA)”.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com