Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Hibah, Wasiat, dan Waris: Tiga Serangkai Pengelola Harta Kekayaan

Kompas.com - 14/10/2021, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
Konsultasi Hukum

Kupas tuntas dan jelas perkara hukum

Ajukan pertanyaan tanpa ragu di konsultasi hukum Kompas.com

Oleh: Dr. Benny Djaja, SH, SE, MM, MHum, MKn dan Nada Salsabila, SH

HARTA kekayaan merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Pekerjaan maupun usaha yang dijalankan oleh seseorang bertujuan memperoleh kekayaan dalam rangka pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, dan papan.

Harta kekayaan yang telah diperoleh harus dikelola dengan baik, meliputi penciptaan atau perolehan harta, peningkatan jumlah harta kekayaan, perlindungan terhadap harta kekayaan, pendistribusian harta kekayaan, dan pemurnian harta kekayaan.

Harta kekayaan milik seseorang yang telah meninggal dunia akan beralih hak pengelolaannya, baik atas kehendak pemilik harta yang telah ditentukan sebelum ia meninggal melalui hibah dan wasiat, maupun secara otomatis kepada orang-orang yang memiliki kepentingan dengannya melalui waris.

Istilah hibah, wasiat, dan waris memang sudah tidak asing di telinga. Namun masih banyak masyarakat yang belum mengetahui ketiga hal tersebut secara terperinci serta perbedaan di antara ketiganya.

Hibah

Hibah dalam bahasa Belanda disebut schenking. Sedangkan menurut Pasal 1666 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata), hibah adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah, di waktu hidupnya, dengan cuma-cuma dan tidak bisa ditarik kembali, menyerahkan suatu benda guna keperluan si penerima hibah.

Pengertian tersebut memberikan penjelasan bahwa hibah hanya dapat dilakukan ketika pemberi hibah tersebut masih hidup, sebagaimana dipertegas dalam Pasal 1666 ayat 2 KUHPerdata.

Hibah memiliki beberapa unsur, yaitu adanya perjanjian, pemberian suatu obyek, dilakukan pada saat pemberi hibah masih hidup, secara cuma-cuma, dan tidak dapat ditarik kembali.

Perjanjian hibah dapat dibuat dengan akta notaris, akta pejabat pembuat akta tanah (PPAT) jika mengenai tanah dan/atau benda tidak bergerak lainnya, maupun dibuat di bawah tangan.

Pemberian obyek yang dimaksud dapat berupa uang, tanah, obyek bergerak, dan obyek tidak bergerak lainnya.

Hibah dilakukan secara cuma-cuma maksudnya penerima hibah tidak perlu memberikan imbalan berupa apapun kepada pemberi hibah.

Pemberian hibah tidak dapat ditarik kembali, kecuali terjadi hal-hal seperti syarat-syarat penghibahan tidak dipenuhi oleh penerima hibah.

Kemudian, orang yang diberi hibah bersalah dengan melakukan atau ikut melakukan suatu usaha pembunuhan atau suatu kejahatan lain yang ditujukan kepada pemberi hibah.

Selain itu, pemberi hibah jatuh miskin sedangkan yang diberi hibah menolak untuk memberi nafkah kepadanya.

Hibah yang dibuat di hadapan notaris/PPAT dalam bentuk akta autentik harus mendapat persetujuan orangtua pemberi hibah jika pemberi hibah tersebut belum terikat dalam suatu pernikahan atau mendapat persetujuan dari pasangan hidup dan anak-anaknya yang sah jika pemberi hibah telah menikah dan memiliki anak, termasuk apabila ingin menghibahkan seluruh harta atau lebih dari 1/3 (satu per tiga) kepada salah seorang anaknya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com