Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Akhmad Zaenuddin, S.H, M.H
Advokat

Managing Partner pada Akhmad Zaenuddin & Partners (AZLAW). Sarjana Hukum dari Universitas Bung Karno dan Magister Hukum dari Universitas Gadjah Mada.

Pernah bekerja di LBH Jakarta dan ADAMS & Co, Counsellors at Law. Advokat terdaftar di PERADI dan berpraktik sejak 2014, khususnya Litigasi Komersial.

Pernah membela perusahaan-perusahaan besar, baik nasional maupun multinasional di berbagai bidang hukum di antaranya Perdata, Perbankan, Perlindungan Konsumen, Pertambangan, Ketenagakerjaan, Kepailitan, dan PKPU

HP: 0821-2292-0601
Email: ahmadzae18@gmail.com

Perjanjian Kerja Tidak Dibuat Tertulis, Bagaimana Hukumnya?

Kompas.com - 13/10/2021, 06:00 WIB
Akhmad Zaenuddin, S.H, M.H,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

Konsultasi Hukum

Kupas tuntas dan jelas perkara hukum

Ajukan pertanyaan tanpa ragu di konsultasi hukum Kompas.com

Dalam suatu hubungan industrial, salah satu hal penting yang tidak dapat dikesampingkan adalah adanya perjanjian kerja antara perusahaan dan karyawan.

Perjanjian kerja merupakan dasar bagi para pihak untuk melaksanakan kewajiban dan mempertahankan haknya masing-masing dalam suatu interaksi hubungan industrial.

Di dalam perjanjian kerja diatur beberapa hal, di antaranya terkait besaran gaji, jabatan, syarat-syarat kerja, tanggungjawab dan lain sebagainya.

Umumnya, kita tahu bahwa perjanjian kerja dibuat dalam bentuk tertulis. Bentuk tersebut termuat secara jelas hak dan kewajiban serta tanda tangan masing-masing pihak.

Namun, tidak jarang pula kita temui bahwa perusahaan dan karyawan tidak membuat dan menandatangani perjanjian kerja.

Hal ini kemudian menjadi pertanyaan, bagaimana status hubungan hukum tersebut?

Baca juga: Apakah Istri Harus Menanggung Hutang Almarhum Suami? Simak Ulasannya

Bagaimana bentuk perlindungan hukum bagi perusahaan maupun pekerja apabila perjanjian kerja tertulis tidak pernah dibuat dan ditandatangani?

Syarat dan bentuk perjanjian kerja

Regulasi tentang hubungan industrial yang secara spesifik mengatur tentang bentuk hubungan kerja dan perjanjian kerja terdapat pada UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Beberapa ketentuan pada undang-undang tersebut kemudian diubah dengan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Sehubungan dengan teknis pembuatan perjanjian kerja, regulasi ketenagakerjaan mengatur tentang syarat yang harus dipenuhi agar perjanjian kerja diakui keabsahannya menurut hukum.

Syarat perjanjian kerja adalah kesepakatan para pihak, mampu atau cakap melakukan perbuatan hukum, adanya pekerjaan yang diperjanjikan, dan pekerjaan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan.

Namun, agar dapat diketahui bahwa pada regulasi ketenagakerjaan, diatur pula secara tegas bahwa perjanjian kerja dapat dibuat dalam bentuk tertulis atau lisan.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka secara sederhana diketahui bahwa perjanjian kerja dapat berupa perjanjian lisan atau tidak dibuat dalam bentuk perjanjian yang ditandantangani.

Meski interaksi antara perusahaan karyawan tanpa dibuat dalam bentuk perjanjian kerja tertulis, namun apabila unsur-unsur hubungan kerja telah terpenuhi, maka interaksi tersebut masuk dalam bingkai hubungan industrial.

Namun, konsekuensi logis dari suatu perjanjian yang dibuat tertulis atau tidak tertulis berdampak pada bentuk perjanjian kerjanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com