Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Yohanes S. Hasiando Sinaga
Advokat, Pengurus & Kurator

Advokat, Pengurus & Kurator
Anggota AAI, PERADI & AKPI
Partner Sinaga Pakpahan & Rekan
Anggota Dewan Penasehat LBH Transformasi Bangsa - Tangerang
Email: sinaga.pakpahan.rekan@gmail.com
HP: 082111862871

Karyawan Kena PHK karena Efisiensi Perusahaan, Simak Aturan dan Cara Hitung Pesangon

Kompas.com - 31/08/2021, 06:00 WIB
Yohanes S. Hasiando Sinaga,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

Konsultasi Hukum

Kupas tuntas dan jelas perkara hukum

Ajukan pertanyaan tanpa ragu di konsultasi hukum Kompas.com

Hubungan kerja antara pemberi kerja dengan pekerja tidak selalu berjalan harmonis.

Hubungan kerja kedua pihak bisa berakhir atau dalam UU Ketenagakerjaan maupun UU Cipta Kerja disebut sebagai pemutusan hubungan kerja (PHK).

PHK bisa atas kehendak dari pekerja (mengundurkan diri) maupun keputusan pemberi kerja.

Salah satu alasan pemberi kerja melakukan PHK karena kondisi keuangan perusahaan yang tidak sehat sehingga mengakibatkan kerugian pada perusahaan tersebut.

Ketika kondisi keuangan perusahaan tidak sehat, pengusaha akan sebisa mungkin untuk mempertahankan kelangsungan usahanya.

Langkah pengusaha tidak jarang berdampak langsung kepada pekerja dengan melakukan PHK demi mengurangi cost pembayaran upah alias efisiensi.

Baca juga: Karyawan Kontrak PKWT Berhak Uang Kompensasi, Simak Aturan dan Cara Hitungnya

Efisiensi yang dilakukan tersebut bisa dilakukan dengan penutupan perusahaan atau tidak.

Pengaturan hal tersebut terdapat dalam Pasal 81 angka 42 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) yang memuat Pasal 154A ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) berbunyi:

(1) Pemutusan Hubungan Kerja dapat terjadi karena alasan:

b. Perusahaan melakukan efisiensi diikuti dengan penutupan perusahaan atau tidak diikuti dengan penutupan perusahaan yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian;

PHK karena efisiensi yang tidak diikuti dengan penutupan perusahaan diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021 Tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, Dan Pemutusan Hubungan Kerja.

PP turunan dari UU Cipta Kerja tersebut juga mengatur hak pekerja yang terkena PHK.

Pasal 43 ayat 1 dan ayat 2 PP 35/2021 mengatur:

Pasal 43
(1) Pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap Pekerja/Buruh karena alasan Perusahaan melakukan efisiensi yang disebabkan Perusahaan mengalami kerugian maka Pekerja/ Buruh berhak atas:
a. uang pesangon sebesar 0,5 (nol koma lima) kali ketentuan Pasal 40 ayat (2);
b. uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 40 ayat (3); dan
c. uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4).

(2) Pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap Pekerja/Buruh karena alasan Perusahaan melakukan efisiensi untuk mencegah terjadinya kerugian maka Pekerja/Buruh berhak atas:
a. uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 40 ayat (2);
b. uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 40 ayat (3); dan
c. uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4)

Baca juga: Karyawan Kontrak PKWT Resign Dapat Kompensasi? Simak Aturannya

Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud di atas meliputi:

a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
b. biaya atau ongkos pulang untuk Pekerja/Buruh dan keluarganya ke tempat dimana Pekerja/ Buruh diterima bekerja; dan
c. hal-hal lain yang ditetapkan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.

Berikut rincian besaran pesangon dan penghargaan masa kerja seperti diatur dalam PP 35/2021.

KOMPAS.com/Fabian Januarius Kuwado Uang pesangon

KOMPAS.com/Fabian Januarius Kuwado uang penghargaan masa kerja

 

Simulasi

Seorang karyawan di-PHK karena perusahaan melakukan efisiensi di tengah pandemi Covid-19.

Gaji pokok karyawan tersebut Rp 7.000.000, tunjangan jabatan Rp 1.000.000, dan lama masa kerja 5 tahun 6 bulan.

Sedangkan cuti yang belum diambil adalah 8 hari.

I. Jika pengusaha melakukan PHK karena alasan efisiensi yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian (Pasal 43 ayat 1 PP), maka pekerja berhak atas:

a. Pesangon:
• Upah dasar perhitungan (pokok + tunjangan tetap) = Rp 8.000.000
• Masa kerja (5 tahun 6 Bulan) maka berhak atas 6 bulan upah: 6 x Rp 8.000.000 = Rp 48.000.000
• Maka pesangon yang diperoleh adalah 0,5 x Rp 48.000.000 = Rp 24.000.000

b. Uang Penghargaan Masa Kerja
• Masa kerja (5 tahun 6 Bulan) berhak 2 bulan upah: 2 x Rp 8.000.000 = Rp 16.000.000
• UPMK yang diperoleh 1 x Rp 16.000.000 = Rp 16.000.000

c. Uang Penggantian Hak
• Cuti yang belum diambil 8 hari (1 bulan = 22 hari): 8/22 x Rp 8.000.000 = Rp 2.909.091

Total yang diperoleh: Rp 24.000.000 + Rp 16.000.000 + Rp 2.909.091 = Rp 42.909.091

II. Jika pengusaha melakukan PHK karena alasan efisiensi untuk mencegah terjadinya kerugian pada perusahaan (Pasal 43 ayat 2 PP), maka pekerja berhak atas:

a. Pesangon:
• Upah dasar perhitungan (pokok + tunjangan tetap) = Rp 8.000.000
• Masa kerja (5 tahun 6 Bulan) maka berhak atas 6 bulan upah: 6 x Rp 8.000.000 = Rp 48.000.000
• Maka Pesangon yang diperoleh adalah 1 x Rp 48.000.000 = Rp 48.000.000

b. Uang Penghargaan Masa Kerja sama dengan ketentuan di atas = Rp 16.000.000

c. Uang Penggantian Hak atas cuti sama dengan ketentuan di atas = Rp 2.909.091

Total yang diperoleh: Rp 48.000.000 + Rp 16.000.000 + Rp  2.909.091 = Rp.66.909.091

Bagaimana membuktikan bahwa perusahaan mengalami kerugian atau berpotensi rugi sehingga melakukan PHK?

 

PP 35/2021 juga mengatur soal pembuktian hal itu.

Dalam penjelasan Pasal 43 ayat 1 dan ayat 2 disebutkan bahwa perusahaan mengalami kerugian dapat dibuktikan antara lain berdasarkan hasil audit internal atau audit eksternal. 

Sementara efisiensi untuk mencegah terjadinya kerugian ditandai antara lain adanya potensi penurunan produktivitas perusahaan atau penurunan laba yang berdampak pada operasional perusahaan.

Mahkamah Agung dalam Putusan Mahkamah Agung No. 69K/Pdt.Sus-PHI/2017 membenarkan pelaksanaan PHK karena efisiensi tanpa harus menutup perusahaan.

Putusan tersebut terkait kasus PT. Indo Baja Dayatama melawan Abdul Hafiz Akbar, dkk (8 orang) dilingkup Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Baca juga: Karyawan Sering Bolos Bisa Kena PHK? Ini Aturannya

Salah satu pertimbangan majelis hakim MA menyebutkan bahwa efisiensi merupakan suatu tindakan yang dapat dibenarkan untuk mempertahankan proses produksi sehingga pekerja dan pengusaha tetap dapat melanjutkan hubungan kerja tanpa keharusan perusahaan tutup permanen.

Putusan tersebut dapat disimpulkan bahwa MA memandang perusahaan bisa melakukan PHK karena efisiensi tanpa harus menutup perusahaan secara permanen.

Pasalnya, tujuan dilakukannya efisiensi justru untuk menyelamatkan kelangsungan bisnis perusahaan.

Berdasarkan ulasan tersebut dapat disimpulkan bahwa PHK karena alasan efisiensi merupakan hak pengusaha dan dapat dilakukan tanpa harus menutup perusahaan secara permanen.

Namun, sepanjang pelaksanaannya tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan.

Esensi pelaksanaan efisiensi adalah untuk keberlangsungan bisnis perusahaan dengan berlandaskan asas kemanfaatan dan efisiensi dalam rangka menyelamatkan perusahaan.

Anda punya pertanyaan terkait permasalah hukum? Ajukan pertanyaan Anda di laman ini: Form Konsultasi Hukum

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com