Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Akhmad Zaenuddin, S.H, M.H
Advokat

Managing Partner pada Akhmad Zaenuddin & Partners (AZLAW). Sarjana Hukum dari Universitas Bung Karno dan Magister Hukum dari Universitas Gadjah Mada.

Pernah bekerja di LBH Jakarta dan ADAMS & Co, Counsellors at Law. Advokat terdaftar di PERADI dan berpraktik sejak 2014, khususnya Litigasi Komersial.

Pernah membela perusahaan-perusahaan besar, baik nasional maupun multinasional di berbagai bidang hukum di antaranya Perdata, Perbankan, Perlindungan Konsumen, Pertambangan, Ketenagakerjaan, Kepailitan, dan PKPU

HP: 0821-2292-0601
Email: ahmadzae18@gmail.com

Penagih Utang Pinjaman Online Pakai Intimidasi hingga Ancaman Kekerasan, Ini Jerat Hukumnya

Kompas.com - 28/07/2021, 06:00 WIB
Akhmad Zaenuddin, S.H, M.H,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

Konsultasi Hukum

Kupas tuntas dan jelas perkara hukum

Ajukan pertanyaan tanpa ragu di konsultasi hukum Kompas.com

Keluhan tentang cara penagihan pinjaman online (pinjol) yang menggunakan ancaman kekerasan, intimidasi dan/atau tindakan serupa lain mungkin sudah sering kita dengar.

Penagihan kerap dilakukan oleh jasa pihak ketiga untuk menjadi penagih utang (debt collector).

Tindakan tersebut kerap dilakukan menggunakan media elektronik, misal melalui telepon atau pesan Whatsapp.

Bagi pihak peminjam atau debitur, tindakan penagih tentu menimbulkan ketakutan dan kepanikan.

Baca juga: Kejahatan Skimming ATM, Begini Hukumnya

Karennya, ia akan segera mencari cara untuk dapat segera membayar utangnya yang telah jatuh tempo.

Cara tersebut mungkin dinilai paling efektif untuk menagih utang oleh oknum tertentu.

Namun apakah tindakan tersebut diperkenankan menurut hukum?

Pidana pelaku kekerasan

Pada dasarnya, tindakan penagihan utang yang menggunakan ancaman kekerasan dan/atau tindakan serupa lainnya yang dimaksudkan agar seseorang melakukan sesuatu, dalam hal ini agar debitur membayar utang, dapat dikualifikasikan sebagai dugaan tindak pidana.

Ketentuan umum yang dirujuk adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUH Pidana).

Pasal 335 ayat (1) tegas melarang penggunaan kekerasan, ancaman kekerasan dan/atau perlakuan yang tidak menyenangkan untuk memaksa orang lain melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu atau membiarkan sesuatu, baik terhadap orang itu sendiri (i.c. peminjam) maupun orang lain.

Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut diancam pidana penjara selama 1 tahun dan denda.

Baca juga: Jadi Korban Kejahatan Skimming ATM, Apa yang Dapat Dilakukan Nasabah dan Bank?

Kemudian, seiring perkembangan teknologi, ancaman kekerasan dan intimidasi dalam rangkaian tindakan penagihan utang sering dilakukan menggunakan sarana elektronik, seperti melalui pesan atau voice note WhatsApp.

Untuk diketahui, di Indonesia terdapat regulasi khusus yang mengatur interaksi masyarakat dalam rangkaian perangkat dan prosedur elektronik, yakni UU No. 19 Tahun 2016 tentang perubahan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Eletronik (UU ITE) dan beberapa peraturan pelaksananya.

Di beberapa kasus, pasal yang dapat dirujuk untuk menindak pelaku pengancaman kekerasan melalui sarana dan prosedur elektronik yang dilakukan secara melawan hukum adalah Pasal 45 ayat (4) jo. Pasal 27 ayat (4) UU ITE atau Pasal 45B jo. Pasal 29 UU ITE.

Ketentuan sebagaimana termaksud pada UU ITE di atas pada intinya melarang setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan, mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan “pemerasan” dan/atau “pengancaman” atau “ancaman kekerasan”.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com