Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Yohanes S. Hasiando Sinaga
Advokat, Pengurus & Kurator

Advokat, Pengurus & Kurator
Anggota AAI, PERADI & AKPI
Partner Sinaga Pakpahan & Rekan
Anggota Dewan Penasehat LBH Transformasi Bangsa - Tangerang
Email: sinaga.pakpahan.rekan@gmail.com
HP: 082111862871

Karyawan Dirumahkan karena Pandemi Covid-19, Bagaimana Hak Upahnya?

Kompas.com - 20/07/2021, 06:00 WIB
Yohanes S. Hasiando Sinaga,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

Konsultasi Hukum

Kupas tuntas dan jelas perkara hukum

Ajukan pertanyaan tanpa ragu di konsultasi hukum Kompas.com

Di tengah pandemi Covid-19, banyak perusahaan mengambil kebijakan “merumahkan” karyawan dengan berbagai alasan.

Apalagi, di saat pemberlakuan Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Darurat.

Dalam penerapan PPKM Darurat di berbagai daerah, sebagian sektor usaha nonesensial dan nonkritikal dilarang beroperasi di kantor. Imbasnya, salah satunya terhadap karyawan.

Bagaimana aturan “merumahkan” karyawan?

Pada dasarnya, baik pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) maupun Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Cipta Kerja”) yang mengubah sebagian ketentuan UU Ketenagakerjaan, tidak mengatur secara spesifik mengenai pekerja yang dirumahkan.

Dalam hal karyawan tidak bekerja, UU menganut penggunaan istilah Istirahat, baik itu harian maupun mingguan, cuti maupun istirahat panjang (Pasal 79 UU UU Cipta Kerja), termasuk terhadap pekerja wanita yang melahirkan maupun keguguran (Pasal 82 UU Ketenagakerjaan).

Dari sisi Perusahaan terdapat istilah Penutupan Perusahaan (Lock Out) yang merupakan hak dasar pengusaha untuk menolak pekerja/buruh sebagian atau seluruhnya untuk menjalankan pekerjaan sebagai akibat gagalnya perundingan (Pasal 146 UU Ketenagakerjaan).

Istilah “dirumahkan” muncul pada ketentuan di bawah Undang-Undang, yakni pada Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. SE-05/M/BW/1998 Tahun 1998 tentang Upah Pekerja yang Dirumahkan Bukan Ke Arah Pemutusan Hubungan Kerja (“SE Menaker No. 5/1998”).

SE itu mengatur:

1. Pengusaha tetap membayar upah secara penuh, yaitu berupa upah pokok dan tunjangan tetap selama pekerja dirumahkan, kecuali telah diatur lain dalam Perjanjian Kerja peraturan perusahaan atau Kesepakatan Kerja Bersama;

2. Apabila pengusaha akan membayar upah pekerja tidak secara penuh agar dirundingkan dengan pihak serikat pekerja dan atau para pekerja mengenai besarnya upah selama dirumahkan dan lamanya dirumahkan.

Istilah dirumahkan juga terdapat pada Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor SE-907/MEN/PHI-PPHI/X/2004 Tahun 2004 tentang Pencegahan Pemutusan Hubungan Kerja Massal (“SE Menaker 907/2004”).

SE itu menyebutkan, dalam hal suatu perusahaan mengalami kesulitan yang dapat membawa pengaruh terhadap ketenagakerjaan, harus melakukan upaya-upaya tertentu sebelum akhirnya melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (“PHK”) kepada karyawan.

Salah satu upayanya, yaitu meliburkan atau merumahkan pekerja/buruh secara bergilir untuk sementara waktu.

Berdasarkan Surat Edaran tersebut, rencana merumahkan karyawan dapat diterapkan, namun pelaksanaannya perlu dibahas terlebih dahulu dengan serikat pekerja atau wakil pekerja untuk mendapatkan kesepakatan secara bipartit guna menghindari kemungkinan terjadinya PHK.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com