Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhamad Ali Hasan
Advokat

Partner pada Akhmad Zaenuddin & Partners (AZLAW). Sarjana Hukum dari Universitas Diponegoro.
Pernah bekerja di LBH Jakarta dan ADAMS & Co., Counsellors at Law. Advokat terdaftar di PERADI.
Pernah membela klien di berbagai sengketa hukum di antaranya Pidana, Administrasi Negara, Tata Usaha Negara dan Konstitusi.
Hp: 0813-2699-5614
Email: hasanmuhamadali@gmail.com

Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak Bisa Diselesaikan Kekeluargaan?

Kompas.com - 19/07/2021, 06:00 WIB
Muhamad Ali Hasan,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

Konsultasi Hukum

Kupas tuntas dan jelas perkara hukum

Ajukan pertanyaan tanpa ragu di konsultasi hukum Kompas.com

Kasus kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia tidak pernah berhenti. Mirisnya, sebagian kasus tidak berakhir di pengadilan.

Lembaga Perlindungan Anak Kota Tangerang Selatan sebelumnya menyoroti banyak kasus kekerasan seksual terhadap anak di Tangsel berakhir dengan perdamaian antara keluarga korban dan pihak pelaku.

Di Kota Bekasi, publik sempat menyoroti keinginan pelaku pencabulan terhadap anak, AT (21), putra anggota DPRD Kota Bekasi, yang ingin menikahi korbannya, PU (15).

D, ayah korban menduga, tawaran pernikahan dari keluarga pelaku tersebut untuk menghentikan proses hukum yang tengah berjalan.

Apakah perdamaian dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak diperkenankan menurut hukum?

Apakah perdamaian dapat menghilangkan unsur kejahatan yang telah dilakukan pelaku?

Menjawab pertanyaan tersebut, hal pertama yang perlu diketahui adalah bentuk delik dalam hukum pidana, yakni delik aduan (klacht delicten) dan delik biasa (gewone delicten).

Kejahatan dengan delik aduan hanya dapat dilakukan proses pemidanaan apabila ada pengaduan dari orang yang dirugikan.

Sedangkan kejahatan dengan delik biasa dapat diproses pemidanaan tanpa pengaduan dari orang yang dirugikan.

Artinya, dalam delik biasa, siapapun yang mengetahui peristiwa pidana dapat melaporkan terjadinya tindak pidana kepada penegak hukum.

Perbedaan signifikannya adalah proses pemidanaan delik aduan dapat dicabut atau dihentikan dalam waktu tiga bulan setelah pengaduan diajukan seperti diatur dalam Pasal 75 KUHP.

Dalam praktik, salah satu alasan terjadinya penarikan aduan adalah adanya “perdamaian” antara korban dan pelaku tindak pidana. Contohnya tindak pidana pencemaran nama baik.

Kekerasan seksual terhadap anak diatur dalam Pasal 76 D dan 76 E UU No. 35/2014 Tentang Perlindungan Anak.

Beleid tersebut tegas mengatur larangan bagi setiap orang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain dan setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.

Sanksi pidana terhadap pelaku yang melanggar ketentuan tersebut telah diperbaharui melalui Perppu No. 1/2016 yang disahkan dengan UU No. 17/2016, yakni pidana penjara minimal lima tahun, seumur hidup hingga pidana mati.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com