Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Prosedur Blokir Rekening Penipu Penjual Online

Oleh: Abraham Lambe

Di era digital sekarang ini banyak sekali oknum yang memanfaatkan teknologi untuk melakukan penipuan.

Pemblokiran rekening dari oknum penipu merupakan salah satu langkah yang dapat diambil aparat penegak hukum untuk menghindari upaya menghilangkan barang bukti berupa dana yang tersimpan pada rekening.

Pemblokiran rekening juga dapat membantu penyelidik atau penyidik untuk mengungkap tindak pidana.

Untuk menjawab pertanyaan di atas, kita perlu untuk melihat aturan-aturan mengenai pemblokiran rekening dalam konteks dugaan tindak pidana.

Aturan tersebut antara lain:

1. Berdasarkan Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (“UU 8/2010”) yang memiliki wewenang untuk memerintahkan melakukan pemblokiran Harta Kekayaan adalah penyidik, penuntut umum atau hakim.

Adapun definisi dari Harta Kekayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 13 UU 8/2010 adalah semua benda bergerak atau benda tidak bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang diperoleh secara langsung maupun tidak langsung.

Dana yang tersimpan di bank merupakan salah satu harta kekayaan yang dapat diblokir berdasarkan perintah dari penyidik, penuntut umum atau hakim.

Lebih lanjut, dalam UU 8/2010 yang dimaksud sebagai pihak pelapor adalah setiap orang yang menurut UU 8/2010 wajib menyampaikan laporan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Dari ketentuan-ketentuan dalam UU 8/2010 yang telah dibahas di atas dapat disimpulkan bahwa penyidik, penuntut umum dan hakim memiliki wewenang untuk meminta pihak pelapor melakukan pemblokiran atas rekening (yang termasuk ke dalam definisi Harta Kekayaan) yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana.

2. Selain diatur dalam UU 8/2010, kewenangan untuk memerintahkan pemblokiran rekening bank juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah terakhir kali melalui Undang–Undang No.19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU KPK”).

Pasal 12 ayat (2) huruf c UU KPK menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap Tindak Pidana Korupsi, KPK berwenang untuk memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain yang terkait.

Baca Juga : Cara Melaporkan Rekening Penipu Transfer Bank

Dengan demikian, berdasarkan UU KPK, yang berwenang untuk memerintahkan pemblokiran rekening bank adalah KPK dalam rangka penyelidikan, penyidikan dan penuntutan.

3. Lebih lanjut, pemblokiran dan/atau penyitaan rekening nasabah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No.2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank (“PBI 2/2000”).

Pasal 12 ayat (1) PBI 2/2000 menyatakan bahwa pemblokiran dan/atau penyitaan simpanan atas nama seorang Nasabah Penyimpan yang telah dinyatakan sebagai tersangka atau terdakwa oleh polisi, jaksa atau hakim dapat dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku tanpa memerlukan izin dari Pimpinan Bank Indonesia.

Dari ketentuan PBI 2/2000 di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa pada saat seseorang telah ditetapkan menjadi tersangka atau terdakwa, maka aparat penegak hukum, yaitu polisi, jaksa atau hakim dapat melakukan pemblokiran dan/atau penyitaan simpanan si tersangka atau terdakwa tersebut tanpa memerlukan izin dari Pimpinan Bank Indonesia.

Hal yang perlu digarisbawahi adalah proses pemblokiran tersebut memerlukan adanya penetapan tersangka atau terdakwa.

Guna memberikan pemahaman lebih lanjut mengenai definisi dari Tersangka dan Terdakwa, maka perlu kiranya Penulis memberikan definisi tersebut berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Definisi Tersangka menurut Pasal 1 angka 14 Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.

Adapun yang dimaksud dengan "bukti permulaan yang cukup" berdasarkan Pasal 1 angka 15 KUHAP ialah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana.

Sedangkan Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang pengadilan.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pemblokiran atas rekening bank milik seseorang yang diduga melakukan tindak pidana haruslah berdasarkan permintaan atau perintah dari intansi (PPATK dan/atau KPK) dan/atau penyidik, baik penyidik Polri, Kejaksaan, KPK, hakim ataupun institusi penegak hukum lainnya.

Bank hanya dapat melakukan pemblokiran tersebut apabila terdapat permintaan dari penyidik.

Lebih lanjut, berdasarkan PBI 2/2000, nasabah yang rekeningnya diblokir tersebut telah ditetapkan sebagai Tersangka atau Terdakwa.

Dengan demikian, untuk dapat melakukan pemblokiran terhadap rekening orang yang diduga melakukan tindak pidana penipuan, maka perlu untuk melakukan pelaporan terlebih dahulu ke pihak kepolisian.

Setelah terdapat bukti yang cukup dan sudah menetapkan Tersangka, maka Penyidik dapat meminta kepada bank untuk melakukan pemblokiran atas rekening yang bersangkutan. (Abraham Lambe, S.H., M.H., Founder dan Managing Partners dari Abraham Duara Sari Legal Counsel)

Anda punya pertanyaan terkait permasalah hukum? Ajukan pertanyaan Anda di laman ini: Form Konsultasi Hukum

https://www.kompas.com/konsultasihukum/read/2021/11/15/060000280/prosedur-blokir-rekening-penipu-penjual-online

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke