Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menghilangkan Barang Bukti Terancam Pidana Penjara, Begini Aturannya

Saat proses pemeriksaan perkara dilakukan oleh kepolisian, yang bersangkutan diduga telah menghapus barang bukti yang disita oleh penyidik.

Terlepas dari apapun alasan yang melatarbelakangi tindakan si dokter tersebut, menarik diketahui bagaimana aturan hukum tentang tindakan menghapus atau menghilangkan barang bukti yang dilakukan oleh seseorang dengan sangkaan melakukan tindak pidana.

Merusak atau menghilangkan barang bukti kejahatan

Sebelum membahas lebih lanjut, terlebih dahulu patut diketahui tentang definisi barang bukti.

Secara khusus, definisinya dapat ditemukan di Pasal 1 angka Perkap 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana.

Pada pasal tersebut disebutkan bahwa barang bukti adalah benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud yang telah dilakukan penyitaan oleh Penyidik untuk keperluan pemeriksaan dalam tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan.

Dalam suatu proses pemeriksaan dugaan tindak pidana, regulasi penting yang tidak dapat dilupakan adalah UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Beleid tersebut mengatur tentang prosedur penegakan hukum pidana pada setiap tahapan, mulai tahap penyelidikan sampai pemeriksaan di persidangan.

Salah satu hal yang patut diketahui bahwa dalam rangka pemeriksaan dugaan tindak pidana, KUHAP memberikan wewenang kepada penyidik untuk melakukan penahanan terhadap tersangka atau terdakwa.

Dalam melaksanakan wewenangnya sebagaimana dimaksud, penyidik harus mendasarkan pada syarat objektif dan alasan subjektif.

Salah satu syarat subjektif yang dapat digunakan oleh penyidik untuk melakukan penahanan, yakni adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.

Hal tersebut termaktub secara tegas dalam Pasal 21 ayat (1) KUHAP yang menyatakan bahwa:

“Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.”

Berdasarkan uraian di atas, maka diketahui bahwa tindakan perusakan atau penghilangan barang bukti oleh setiap orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka atau terdakwa, maka terhadapnya dapat dilakukan penahanan oleh pihak penyidik kepolisian.

Kembali pada kasus yang sedang ramai dibicarakan di media massa. Tindakan yang dituduhkan, yakni menghapus unggahan di Instagram yang telah disita polisi, hal tersebut dapat dijadikan salah satu pemenuhan syarat subjektif bagi penyidik untuk melakukan penahanan.

Ancaman pemidanaan

Selain sebagai syarat penahanan sebagaimana dijelaskan di atas, tindakan tersangka atau terdakwa yang merusak atau menghilangkan barang bukti dapat pula dikualifikasikan sebagai dugaan tindak pidana.

Pengaturan delik pidana terkait tindakan tersebut di antaranya dapat dilihat pada Pasal 221 ayat (1) angka 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUH Pidana).

Pelaku diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan dan denda.

Pasal 221 ayat (1) KUH Pidana selengkapnya menyatakan:

"Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah: Barang siapa setelah dilakukan suatu kejahatan dan dengan maksud untuk menutupinya, atau untuk menghalang-halangi atau mempersukar penyidikan atau penuntutannya, menghancurkan, menghilangkan, menyembunyikan benda-benda terhadap mana atau dengan mana kejahatan dilakukan atau bekas-bekas kejahatan lainnya, atau menariknya dari pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian maupun oleh orang lain, yang menurut ketentuan undang-undang terus menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian."

Kemudian, apabila tindakan perusakan atau penghilangan barang bukti dilakukan melalui sarana elektronik, perlu diingat bahwa terdapat peraturan khusus yang dapat dirujuk, yakni UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Eletronik –regulasi ini telah diubah dengan UU No. 19 Tahun 2016— (UU ITE).

Salah satu pasal yang dapat dirujuk untuk menindak pelaku perusakan atau penghilangan barang bukti melalui sarana elektronik adalah Pasal 32 ayat (1) UU ITE yang menyatakan:

"Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik orang lain atau milik publik."

Sehubungan dengan pelanggaran pasal tersebut, di Pasal 48 ayat (1) UU ITE memberikan ancaman pidana penjara paling lama 8 tahun dan denda paling banyak Rp 2 miliar.

Berdasarkan seluruh uraian di atas, maka tindakan tersangka atau terdakwa yang merusak atau menghilangkan barang bukti dapat berakibat hukum terhadap proses pemeriksaan dugaan tindak pidana dan dapat pula terancam pemidanaan.

Tindakan perusakan dan penghilangan barang bukti dapat dijadikan syarat subjektif oleh penyidik untuk melakukan penahanan terhadap tersangka.

Selain itu, tersangka atau terdakwa patut pula diduga melakukan tindak pidana, di antaranya sebagaimana diatur dalam KUH Pidana dan UU ITE.

Anda punya pertanyaan terkait permasalah hukum? Ajukan pertanyaan Anda di laman ini: Form Konsultasi Hukum

https://www.kompas.com/konsultasihukum/read/2021/08/13/060000180/menghilangkan-barang-bukti-terancam-pidana-penjara-begini

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke