BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Mola

Bintangi Banyak Film dan Sabet Penghargaan Bergengsi, Seperti Ini Perjuangan Sylvester Stallone Raih Kesuksesan

Kompas.com - 24/01/2022, 16:26 WIB
Hotria Mariana,
Aditya Mulyawan

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Sukses membintangi lebih dari 70 judul film dan menyabet 33 penghargaan bergengsi, membuat nama Sylvester Stallone menjadi salah satu legenda hidup Hollywood. Pria yang akrab disapa Sly ini pun menginspirasi banyak orang.

Adapun deretan film yang mengharumkan nama Sylvester Stallone adalah Rocky (1976-sekarang), First Blood (1982-2019), Creed (2015-2018), dan The Expendables (2010–2014).

Dua film pertama menjadi titik balik bagi perjalanan kariernya sebagai aktor. Pasalnya, sejak debut pada 1969, Sly hanya mendapat peran figuran. Sementara, di empat film seri tersebut dan beberapa film lain setelahnya, ia menjadi pemeran utama, penulis skenario, produser, dan sutradara.

Berkat kepiawaiannya itu, Sly berkali-kali mejeng di sejumlah ajang penghargaan bergengsi. Sebut saja Academy Awards, British Academy Film Awards, Golden Raspberry Awards, dan People's Choice Awards.

Dalam acara Mola Living Live yang digelar pada Jumat (21/1/2022), Sly mengaku, seluruh pencapaian tersebut tidak datang begitu saja. Berbagai pasang surut kehidupan harus ia alami, terutama saat memulai karier keartisannya.

Selain hanya mendapat peran sampingan, ia juga harus berjibaku dengan stigma bad guy karena tampilan fisik dan perangainya.

Soal perangai, Sly tak menampik bahwa ia memiliki sifat pemberontak. Ia pun cenderung ingin tampil beda dari orang kebanyakan.

“Beberapa orang dilahirkan dengan wajah yang sangat keras. Salah satunya, saya. Itu sangat sulit sehingga saya selalu berperan sebagai orang jahat,” ungkap aktor kawakan itu.

Akan tetapi, Sly menyadari bahwa kondisi tersebut bisa diubah kalau ia membuat cerita untuk filmnya sendiri. Maka dari itu, ia memutuskan menulis skenario film Rocky pada 1975.

Sebagai informasi, film Rocky berkisah tentang kehidupan dan perjalanan karier seorang petinju keturunan Italia-Amerika bernama Rocky Balboa. Tokoh yang diperankan oleh Sly sendiri ini digambarkan sebagai pria tidak berpendidikan, hidup di permukiman kumuh Philadelphia, dan bekerja sebagai penagih utang.

Ia mengaku sengaja tetap menggambarkan Rocky sebagai bad guy. Sebab, karakter ini kadung melekat kuat pada dirinya. Untuk memanusiakan karakter Rocky, Sly menambahkan sejumlah sifat kebaikan padanya. Hal ini sekaligus untuk mengubah pandangan orang terhadap sosok Sylvester Stallone selama ini.

“Melalui sosok Rocky, saya mencoba mengubah stigma bad guy. Dia (Rocky) sebenarnya bukan orang jahat. Meski tidak pintar dan istimewa, ia punya hati yang baik dan sangat percaya pada kebaikan manusia,” ujarnya.

Tak disangka, keputusan Sly untuk mendesain karakter Rocky Balboa seperti itu berbuah manis. Film Rocky meledak hingga meraup pendapatan kotor sebesar 225 juta dollar Amerika Serikat (AS) dari penerimaan box office secara global pada 1976.

Film tersebut juga memboyong tiga piala Oscar pada ajang Academy Award ke-49 pada 1977. Sly sendiri meraih dua penghargaan dalam acara yang sama, yaitu kategori penulis skenario terbaik dan aktor terbaik.

Kemudian, pada 2006, Rocky dinobatkan oleh Perpustakaan Kongres Amerika Serikat sebagai warisan budaya, historis, atau signifikan estetika sehingga dilestarikan di National Film Registry of United States.

Tak berhenti sampai di situ, pada 2008, American Film Institute mengganjar Rocky sebagai salah satu yang film olahraga terbaik, setelah Raging Bull.

“Film Rocky meledak karena banyak orang ingin mengenal dan memahami Rocky, atau bisa saja karena ada orang-orang yang berkarakter seperti dia dan tidak dimengerti oleh lingkungan sekitar sehingga merasa kesepian,” jelas Sly.

Slyvester Stallone saat memerankan Rocky Balboa dalam film serial Rocky. Slyvester Stallone saat memerankan Rocky Balboa dalam film serial Rocky.

Rampungkan skenario Rocky dalam waktu singkat

Hal menakjubkan dari Sly, selain piawai dalam berakting, ia juga pandai menulis skenario. Asal tahu saja, meski bukan penulis profesional, naskah untuk film Rocky mampu ia rampungkan hanya dalam waktu tiga hari.

Kepada Dino Patti Djalal yang membawakan acara Mola Living Live saat itu, Sly membagikan pengalamannya ketika membuat skenario untuk film Rocky. Ia mengatakan, fokus utamanya saat itu adalah memahami struktur jalan cerita terlebih dahulu dan tidak memusingkan soal dialog.

“Jangan khawatir tentang dialog. Jangan khawatir pula jika terjadi kesalahan. Cukup lanjutkan narasinya,” ucap Sly.

Kendati dapat merampungkan skenario dalam waktu singkat, Sly tak menampik ia juga kerap menghadapi banyak kendala. Salah satunya, writer’s block yang banyak dihadapi para penulis.

“Menulis adalah ekspresi artistik murni yang keluar dari pikiran. Namun, ada kalanya, ide atau kreativitas tidak mengalir. Saat itu, otak menjadi musuh terburuk bagi saya. Tak jarang, saya merasa tertekan dan bertengkar hebat dengan diri sendiri. Kadang-kadang saya ingin memukul diri sendiri dengan pekerjaan,” tuturnya.

Untuk menyiasati kendala tersebut, Sly biasanya hanya duduk sambil memandang selembar kertas selama berjam-jam. Jika cara tersebut tidak berhasil, ia akan mencoba membaca buku, berselancar internet, atau menggambar demi menemukan kembali ide menulis.

Selain itu, Sly juga pernah mencoba menulis pada waktu tertentu, misalnya pada pukul 03.00 atau 04.00. Namun, menurutnya, cerita yang ditulis pada waktu tersebut terkesan lebih “dark”.

Karena itu, kebiasaan tersebut ia ubah ketika menginjak usia 35 tahun. Sly lebih suka menulis pada waktu pagi hari.

“Saya mulai menulis di pagi hari dan itu jauh lebih baik. Sebab, secara biologis, tubuh lebih kuat dan hormon lebih stabil pada pagi hari,” terangnya.

Tidak tertarik pada film selain laga

Di dunia perfilman, seorang aktor biasanya tak hanya bermain dalam satu genre film. Namun, hal tersebut tidak berlaku pada Sly. Sejak debut, ia hanya tertarik membintangi film-film laga.

Sly mengaku tidak tertarik bermain dalam film romantis. Pasalnya, ia menyadari bahwa dirinya bukan Hugh Grant atau Michael Douglas yang merupakan aktor spesialisasi film tersebut. Audiens pun tidak akan mau melihatnya pada film semacam itu.

“Lebih baik fokus pada kekuatan diri. Setiap aktor maupun aktris memiliki kemampuan berbeda. Jadi, jangan coba-coba meniru orang. Hal ini berlaku bagi aktor maupun aktris muda,” ucapnya Sly.

Hal tersebut juga berlaku bagi aktor maupun aktris muda. Menurut Sly, selain pintar secara akademik, mereka juga harus kuat secara kreativitas dan imajinasi.

“Ada begitu banyak mahasiswa brilian lulusan perguruan tinggi beken, seperti dari Harvard University dan Massachusetts Institute of Technology (MIT). Sayangnya, mereka hanya memiliki mental pekerja. Mereka kurang mampu menciptakan inovasi, terutama dalam hal teknologi,” tuturnya.

Program Mola Living Live. Program Mola Living Live.

Sebagai legenda, Sly punya banyak pengalaman hidup yang menarik untuk disimak selain sederet kisah di atas. Salah satunya, ketika ia mengalami kebangkrutan ekonomi. Hal ini juga terungkap di program Mola Living Live.

Mola Living Live merupakan program wawancara ekslusif gagasan Mola yang menghadirkan tokoh kenamaan dunia untuk menceritakan pengalaman hidupnya.

Sejumlah tokoh dunia inspiratif yang pernah diundang dalam acara tersebut di antaranya adalah Alec Baldwin, Kurt Russell, Michael Douglas, Robert De Niro, Francis F Coppola, John Travolta, Oliver Stone, Mike Tyson, Sharon Stone, Luc Besson, Darren Aronofsky, Spike Lee, Gary Vaynerchuk, dan Sylvester Stallone.

Untuk menyaksikan program Mola Living Live episode Sylvester Stallone atau tokoh lainnya, silakan unduh aplikasi Mola yang tersedia di App Store dan Play Store. Opsi lainnya, acara tersebut bisa ditonton melalui situs resmi Mola dengan mengeklik tautan ini.


Komentar
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com