BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Mola

Quagliarella, The Untold Truth: Lika-liku Perjalanan Karier Kapten Sampdoria Melawan Perundungan

Kompas.com - 03/11/2021, 17:41 WIB
Yogarta Awawa Prabaning Arka,
Agung Dwi E

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Nama Fabio Quagliarella memang tak sebeken Francesco Totti ataupun Alessandro Del Piero—dua ikon sepak bola Italia yang tak lekang oleh waktu. Namun, kisah pesepak bola asal kota Napoli, Italia, ini bisa menjadi contoh bagi generasi muda yang ingin menjadi pesepak bola profesional.

Sebagaimana diceritakan di film dokumenter Quagliarella, The Untold Truth yang tayang di layanan Mola per Jumat (29/10/2021), perjalanan karier Quagliarella tidak bisa dibilang mulus-mulus amat selama 22 tahun menjadi pesepak bola profesional. Ia harus berjibaku dan bekerja keras agar bisa menjadi salah satu penyerang top di Italia.

Ia sempat digadang sebagai penyerang masa depan Italia pada 2005. Kala itu, Quagliarella masih berumur 21 dan sudah menjadi penyerang kunci Torino. Dari 40 penampilan, Quagliarella berhasil mencetak 10 gol. Raihan ini menempatkannya sebagai penyumbang gol ketiga terbanyak untuk untuk il Toro—julukan Torino.

Sayangnya, prestasi itu mandek lantaran Torino mengalami kebangkrutan. Ia harus dilego ke Udinese dan dipinjamkan ke Ascoli. Di Ascoli, ia tak bisa menunjukkan kemampuan terbaiknya. Semusim berselang, setengah kepemilikan Quagliarella dijual oleh Udinese ke Sampdoria.

Di klub itu, Quagliarella menemukan sentuhannya kembali. Total 14 gol ia ciptakan untuk il Samp, 13 di antaranya di Serie A musim 2006/2007.

Namanya pun mulai kesohor lantaran sebagian besar gol-golnya diciptakan secara spektakuler. Pada periode itu pula, ia dipanggil tim nasional Italia dan dilirik oleh Manchester United. Bahkan, Setan Merah berani menyodorkan dana 10 juta euro untuk membawa striker ini ke Manchester.

Lirikan sejumlah klub besar Eropa terhadap Quagliarella saat itu sangat beralasan. Selain usianya masih muda, tendangan Quagliarella terkenal bertenaga.

Saking kuatnya, jurnalis asal Italia Paolo Condo menggambarkan Quagliarella sebagai suatu keajaiban balistik. Pasalnya, pemain kelahiran Naples 31 Januari 1983 ini kerap mencetak gol-gol indah melalui sepakan jarak jauh dari luar kotak penalti.

Bahkan, saat membela Sampdoria pada 1 April 2007, Quagliarella pernah mencetak gol hampir dari setengah lapangan sepakbola saat laga melawan Chievo.

Sepakan jarak jauh, kata Paolo, memiliki tingkat kesulitan tinggi karena bola berisiko melambung. Akibatnya, pemain bisa dicemooh penonton.

Selain itu, tembakan jarak jauh yang gagal juga merugikan tim. Pasalnya, peluang itu seharusnya bisa dikonversi menjadi peluang lain untuk mencetak gol.

“Quagliarella tak pernah takut untuk menendang bola langsung dari luar kotak penalti. Bahkan, sejak kanak-kanak, hal itu tak pernah dia khawatirkan,” kata Paolo dalam film dokumenter berjudul Quagliarella,The Untold Truth.

Udinese akhirnya memenangkan perburuan Quagliarella. Klub ini membeli setengah kepemilikannya kembali pada musim 2007/2008.

Di klub itu, penampilan Quagliarella semakin moncer. Ia berhasil mencetak 33 gol selama tiga musim membela Udinese. Quagliarella juga berhasil mengantarkan Udinese masuk ke babak perempat final Piala UEFA.

Petaka membawa klub tanah kelahiran

Usai tiga musim manis bersama Udinese, Quagliarella memutuskan pulang kampung dan membela Napoli pada musim 2009-2010. Saat itu, Napoli harus mengeluarkan mahar 18 juta euro untuk menebus kontrak Quagliarella bersama Udinese.

Sayangnya, kepulangannya saat itu justru berujung petaka. Ia dirundung berbagai teror, mulai dari penguntitan, ancaman pembunuhan, tuduhan pedofolia, hingga pengguna narkotika. Teror ini dilakukan oleh orang yang sama dan tidak diketahui identitasnya.

Teror yang diterima Quagliarella selama lima tahun. Tangkapan layar dari film dokumenter Quagliarella, The Untold Truth di Mola, KOMPAS.com/YOGARTA AWAWA Teror yang diterima Quagliarella selama lima tahun.

Teror tersebut tidak hanya dialamatkan kepada Quagliarella, tapi juga keluarga dan orang-orang terdekatnya. Akibatnya, kehidupan Quagliarella dan keluarganya terusik selama teror berlangsung.

“Kami menyimpan teror ini sebagai rahasia. Aku sebenarnya seorang introver sehingga mampu mengasingkan diri. Hanya saja, saat kau terperangkap dalam lingkaran yang sama, itu sangat sulit. Kau akan mencurigai semua orang,” ujar Quagliarella di film dokumenter yang diproduksi Mola tersebut.

Quagliarella hanya bertahan satu musim membela Napoli. Teror dari anonim tersebut menjadi salah satu sebab kepergian Quagliarella dari klub sepak bola di kota kelahirannya itu. Padahal, Napoli merupakan klub favorit Quagliarella dan ayahnya.

Keputusan Quagliarella untuk pergi dari Napoli juga diperkuat oleh rencana klub yang tidak menjadikan dirinya sebagai bagian tim pada musim kedua. Ia pun memutuskan untuk pindah ke Juventus pada musim 2010/2011.

Keputusan tersebut membuat hubungan Quagliarella dan Napoli serta suporternya memanas. Pasalnya, Juventus dan Napoli merupakan klub yang memiliki rivalitas tinggi.

Quagliarella dicap oleh suporter Napoli sebagai pengkhianat karena menerima pinangan Juventus.

“Di sekolah, saudara, serta sepupuku dihina dan dicaci. Aku berusaha bicara kepada penggemar karena mengetahui apa yang mereka rasakan. Namun, apa pun yang kukatakan hanya terdengar sebagai pelipur lara,” tuturnya.

Walau pindah ke Juventus, Quagliarella tetap menerima serangan teror dari sosok anonim tersebut. Quagliarella mendapatkan teror ini selama lima tahun.

Lalu, bagaimana upaya Quagliarella, keluarga, dan rekan terdekat untuk menghentikan teror tersebut? Bagaimana ia dapat bangkit dan akhirnya bisa menjadi top skor pada musim 2018/2019 dengan 26 gol serta terus bermain hingga umur 38 tahun sebagai kapten di Sampdoria?

Kamu bisa menyaksikan kelanjutan ceritanya pada film dokumenter Quagliarella, The Untold Truth yang tayang secara eksklusif di Mola sejak 29 Oktober 2021.

Mewakili suara batin Quagliarella

Sebagai informasi, film Quagliarella, The Untold Truth diputar secara langsung di Sala Grecale dei Magazzini, Genova, Italia, pada Senin (25/10/2021). Gala premier film ini dihadiri langsung oleh Quagliarella, skuad klub Sampdoria, serta Leonardo Bonucci yang merupakan punggawa Juventus sekaligus sahabat Quagliarella.

Film berdurasi 90 menit itu digarap oleh sutradara Giuseppe Garau dan penulis naskah Goffredo D'Onofrio.

Adapun peluncuran film dokumenter tersebut menandai kehadiran Mola di negara-negara lain, yaitu Malaysia, Singapura, Italia, dan Inggris.

Film Quagliarella, The Untold Truth tidak hanya mengisahkan perjalanan hidup Fabio Quagliarella, tapi juga menjadi hak jawab Quagliarella untuk mengklarifikasi berbagai tuduhan suporter yang ditujukan kepadanya.

Misalnya, kasus kepindahannya dari Napoli ke Juventus. Kepindahan ini bukan murni dari keinginan Quagliarella, melainkan juga kemauan dari pihak klub yang sudah tidak ingin menggunakan jasanya lagi.

Selain itu, film dokumenter tersebut juga memberikan gambaran lebih jelas mengenai teror yang dialami Quagliarella beserta keluarga dan kerabat secara langsung dari pihak yang bersangkutan.

Dengan demikian, penggemar sepak bola bisa mendapatkan gambaran yang lebih jernih dan mendalam mengenai kasus tersebut dibandingkan sekadar membaca berita.

Pada gala premier Quagliarella, The Untold Truth, Quagliarella mengakui bahwa dirinya merasa berat saat harus mengungkit kembali kasus teror tersebut. Pasalnya, kasus ini sudah dianggapnya sebagai luka lama.

Ia pun membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengobrol dengan keluarga serta Goffredo D'Onofrio untuk lebih meyakinkan dirinya agar mau berbagi cerita.

Quagliarella menghadiri gala premier film Quagliarella, The Untold Truth yang diputar secara langsung di Sala Grecale dei Magazzini, Genova, Italia.Tangkapan layar dari kanal YouTube Sampdoria. KOMPAS.com/YOGARTA AWAWA Quagliarella menghadiri gala premier film Quagliarella, The Untold Truth yang diputar secara langsung di Sala Grecale dei Magazzini, Genova, Italia.

Seiring waktu berjalan, pesepak bola kelahiran 31 Januari 1983 tersebut mendapatkan kepercayaan diri untuk membuka kasus tersebut secara jelas ke publik.

“Kasih sayang dari orang-orang membantu saya untuk menerima proyek ini," ujar Quagliarella seperti dikutip laman journaltime.org.

Quagliarella turut menceritakan awal kerja sama dirinya dan Mola dalam membuat film dokumenter mengenai kisah hidupnya.

Awalnya, ia merasa skeptis terhadap rencana tersebut. Ia menganggap, dirinya tidak memiliki karier sepak bola yang begitu cemerlang layaknya Francesco Totti dan Alessandro Del Piero.

“Namun, saya memiliki hal spesifik yang bisa saya bagikan melalui kisah saya. Saya senang menerima tepuk tangan semua orang," tuturnya.

Karena alasan itulah, Quagliarella membuka diri dan membeberkan kebenaran yang tak terungkap lewat film dokumenter bersama Mola.


Terkini Lainnya

Komentar
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com