BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Mola

Menilik Sejarah Kelam Fasisme Inggris 1960-an di Mini-Series Ridley Road

Kompas.com - 27/10/2021, 16:53 WIB
Agung Dwi E,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Mengangkat sejarah kelam negara ke dalam cerita atau film memang bukan perkara mudah. Setidaknya, hal tersebut diakui oleh Jo Bloom dan Sarah Solemani.

Keduanya merupakan penulis Ridley Road yang menceritakan pergerakan neo-Nazi di Inggris pada 1960-an. Bloom merupakan penulis novel Ridley Road yang terbit pada 2014. Sementara, Sarah mengadaptasi novel tersebut menjadi mini-series television empat episode dengan judul yang sama dan tayang pada Oktober 2021 di BBC serta Mola.

Bloom, sebagaimana dikutip dari artikel Evening Standard, Jumat (8/10/2021), mengatakan bahwa cerita Ridley Road tercetus saat ia menghadiri upacara pemakaman kolega keluarganya. Saat itu, ayahnya dan seorang veteran perang membicarakan soal gerakan antisemit yang berkembang di London Timur usai Perang Dunia II.

Baca juga: Infinite, Film Laga yang Membenturkan Takhayul, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi

“Lalu, mereka mulai membicarakan tentang Grup 62, kelompok yang memerangi fasisme Nazi dan antisemit di London,” tuturnya.

Keberadaan grup itu tidak pernah disorot oleh sejarah Inggris. Hal itu menarik minat Bloom untuk menelusuri sejarah kelam rasisme di Negeri Ratu Elizabeth itu.

Dari situ, ia pun mulai meriset sepak terjang Grup 62. Namun, Bloom tidak banyak menemukan serpihan ataupun potongan informasi soal grup ini.

“Tidak banyak informasi terkait Grup 62. Hal ini menambah semangatku—ya, karena Anda ingin memberi tahu pembaca tentang cerita yang belum pernah dituturkan—tapi juga sangat sulit,” cerita Bloom.

Baca juga: Menguak Sisi Lain Pertunjukkan Orkestra lewat Serial Philharmonia

Bloom lantas menceritakan kesusahannya itu kepada orangtuanya. Kemudian, orangtuanya menyarankan Bloom untuk bertemu dengan jurnalis dan peneliti, Steve Silver.

Steve, kata Bloom, pernah bekerja untuk majalah antifasis Searchlight. Selama 20 tahun, Steve meliput Grup 62. Ia mewawancarai anggota grup dan mengerti seluk-beluk organisasi antifasis itu.

“Tanpa dia, saya benar-benar tidak bisa membayangkan caranya mendapatkan segala informasi. Dia menunjukkan kepada saya sumber dan juga dokumen,” imbuhnya.

Dari tangan kreatif Bloom-lah, kisah kelam sejarah kekerasan rasial di Inggris pada 1960-an bisa ditulis dan dibaca khalayak luas. Kisah ini kemudian diterjemahkan Sarah ke dalam serial TV.

Sarah, seperti dikutip dari The Bookseller, Jumat (23/8/2019), mengatakan bahwa dirinya sangat tertarik mengadaptasi novel yang ditulis Bloom.

Baca juga: Terinspirasi dari Pasukan Elite Militer Amerika, Begini Keseruan Serial SEAL Team

“Hubungan Inggris dan fasisme ternyata lebih dekat dari yang kami bayangkan. Beruntungnya, kami (masyarakat Inggris) berhasil melawannya. Buku mencekam Jo Bloom tersebut mengungkap sisi gelap era 1960-an London dan kontribusi mengejutkan komunitas Yahudi dalam melawan fasisme di Inggris,” tutur Sarah menjelaskan alasannya memilih novel Ridley Road untuk diadaptasi ke layar televisi.

Jack Morris (Tom Varey) diamankan polisi London.Dok. Mola Jack Morris (Tom Varey) diamankan polisi London.

Ridley Road, saksi bisu bentrokan kelompok antisemit dan antifasis

Ridley Road sendiri merupakan nama salah satu jalan di London Timur. Di jalan inilah, markas Grup 62 berada dan melancarkan perlawanan terhadap kelompok neo-Nazi—yang di dalam serial dinamai National Socialist Movement (NSM) dan dipimpin Colin Jordan (diperankan Rory Kinnear).

Sebagai informasi, kelompok NSM merupakan versi fiksi dari kelompok neo-Nazi, British National Party, yang muncul pada periode 1960-an. Partai berpaham ultrakanan ini bisa dibilang merupakan penerus dari British Union of Fascist (BUF) yang didirikan Oswald Mosley pada 1930.

Bentrokan antara Grup 62 dan NSM terjadi berkali-kali. Beberapa di antaranya sampai menelan korban jiwa. Demi mencegah aksi kekerasan NSM terhadap komunitas Yahudi, Grup 62 menginfiltrasi kelompok tersebut dengan menanam satu intelijen amatir, Jack Morris (Tom Varey). Jack bertugas mengumpulkan informasi terkait rencana kekerasan yang bakal dilancarkan NSM.

Baca juga: Waiting for the Barbarians, Dongeng Kolonial yang Masih Relevan di Era Sekarang

Meski begitu, aksi Jack dan juga Grup 62 sempat terganjal oleh kedatangan Vivien Epstein (Agnes O’Casey) secara tiba-tiba. Vivien datang ke London dari Manchester untuk mencari Jack, kekasihnya.

Saat berangkat, Vivien tidak tahu bahwa Jack terlibat dengan Grup 62 yang ternyata dipimpin oleh pamannya Soly (Eddie Marsan) dan sedang dalam misi spionase. Hampir saja Vivien membongkar identitas kekasihnya saat Jack sedang menggelorakan semangat antifasisme di pusat Ridley Road. Di situ pula, Vivien pertama kali bertemu Jack setelah perpisahan di Manchester.

Berawal dari pertemuan itu, Vivien akhirnya turut terseret masuk ke dalam pusaran “peperangan” antara Grup 62 dan NSM. Demi menyelamatkan Jack, Vivien pun merelakan dirinya untuk ikut misi spionase ke pusat markas NSM.

Vivien Epstein (Agnes O?Casey) dan Jack Morris (Tom Varey) di serial Ridley Road.Dok. BBC dan Red Productions Vivien Epstein (Agnes O?Casey) dan Jack Morris (Tom Varey) di serial Ridley Road.

Ia berhasil diterima oleh Jordan. Bahkan, Jordan menunjukkan ketertarikan terhadap Vivien. Dari sini, ketegangan demi ketegangan petualangan Vivien dan Jack memerangi kelompok paling rasis di Inggris dimulai.

Tidak sekadar konflik fasisme vs antifasisme

Kepada BBC, Kamis (31/9/2021), Sarah menjelaskan bahwa Ridley Road tidak sekadar menceritakan konflik fasisme vs antifasisme saja. Lebih dari itu, mini-series yang ia kembangkan ini mencakup beragam persoalan menarik yang bagus untuk direnungkan.

Baca juga: Hadirkan Satir dan Komedi Gelap di Medan Perang, Catch-22 Tayang Ekslusif di Mola

“Sebagai contoh, tentang perumahan. Perumahan merupakan isu panas yang melibatkan sentimen rasis. Sentimen ini dimunculkan oleh kelompok ekstremis sayap kanan yang ingin merebut kembali tanah Inggris dari serbuan imigran,” jelas Sarah.

Saat itu, kebijakan pemerintah Ingris sangat dipengaruhi oleh sentimen rasisme. Para tuan tanah bisa dengan mudah mengusir kelompok Yahudi dan imigran hanya karena sentimen kebencian akibat rasisme.

Kemudian, Ridley Road juga memperlihatkan kekerasan ras yang terjadi secara sistematis dan dilakukan oleh penegak hukum. Contohnya, ketika tokoh Stevie (Gabriel Akuwudike) dianggap berbahaya dan diusir hanya karena kulitnya berwarna gelap.

Baca juga: Diadaptasi dari Novel Stephen King, Serial TV Mr Mercedes Bikin Tegang Joko Anwar

Lebih dari itu, Ridley Road turut menelanjangi kelompok ekstremis sayap kanan yang sangat berbahaya terhadap keberagaman. Isu ini sampai kini masih bisa ditemui di beberapa negara.

Kelompok ultrakanan seperti NSM begitu mudah menyebarkan informasi hoaks, retorika, teori konspirasi, dan ideologi yang memecah belah atau membentuk polarisasi di masyarakat.

Hal tersebut dapat terjadi karena kelompok tersebut menyampaikan hal-hal kompleks dengan cara sederhana. Contohnya, terkait ancaman budaya yang diakibatkan invasi pihak asing.

Kesederhanaan ini, kata Sarah, membuat banyak orang tertarik dan akhirnya terjebak ke dalam ideologi ekstrem.

“Itu tidak hanya terjadi di Inggris, tapi juga di Amerika, Eropa Timur, India, dan Brazil. Bahkan, mendapatkan popularitas di tengah masyarakat. Tidak tepat kita melabeli mereka dengan monster atau orang bodoh. Kita harus bekerja keras untuk mengetahui logika di balik pandangan ekstrem itu,” jelas Sarah.

Di serial Ridley Road, lanjut Sarah, ia ingin menunjukkan bahwa orang baik bisa tersisipi oleh pandangan-pandangan menyesatkan. Bahkan, orang-orang itu bisa dengan mudah menyebut pandangan orang lain salah hanya karena berbeda.

Baca juga: Dijamin Seru, Ini 5 Rekomendasi Serial TV dari Genre Action hingga Comedy

“(Lewat serial ini), kami ingin mengajak penonton masuk ke dalam jiwa para tokoh sehingga memahami banyak hal dengan sudut pandang lebih baik. Serial ini mencoba memanusiakan semua orang dan bukan soal pahlawan melawan penjahat,” tuturnya lagi.

Sebagai informasi, penonton di Indonesia sudah bisa menyaksikan keseruan aksi Vivien dan Jack dalam serial Ridley Road di layanan Mola.


Komentar
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com