"Kalau untuk aku, yang paling aku rasa adalah ruang untuk perkembangan itu mungkin adalah aspek pembelajaran di mana anak-anak itu satu, mencintai proses belajar," kata Maudy Ayunda.
Baca juga: [POPULER HYPE] Maudy Ayunda Buat Nadiem Makarim Menghela Napas | Tarif Artis ST dan SH Rp 110 Juta
Kedua, menurut Maudy orang-orang di sana lebih memiliki ownership (rasa kepemilikan) terhadap pembelajaran.
Sehingga ada kemandirian dan rasa ingin tahu dari dalam sendiri untuk mempelajari sesuatu.
Ketiga, di AS, seseorang lebih ditekankan untuk punya kemampuan individu seperti berpikir kritis dan kemampuan menyelesaikan masalah.
Nadiem Makarim singgung program Pelajar Pancasila
Dengan perbedaan itu, Maudy mengaku penasaran apa yang menjadi penyebabnya.
Nadiem berujar ada macam-macam faktor. Namun pria lulusan Harvard University itu mengatakan ada program serupa yang dirancang untuk masa mendatang, Pelajar Pancasila.
Baca juga: Jawab Rasa Penasaran Maudy Ayunda, Nadiem Makarim Singgung soal Pelajar Pancasila
"Jadi ini output pendidikan kita, persis apa yang dibilang, ada akhlak mulia, kebhinekaan global, kemandirian, kreativitas, gotong royong, kolaborasi, sama bernalar kritis, dan semua ini jadi enam profil Pelajar Pancasila," kata Nadiem Makarim.
"Bukan karena itu adalah goal yang ada di luar negeri atau apa, bukan. Itu hal yang sama, adalah kompetensi kritis yang dibutuhkan di masa depan kita," imbuhnya.
Untuk bisa membentuk Pelajar Pancasila, menurut Nadiem, pengajarnya terlebih dahulu yang harus dilatih agar menunjukkan karakter tersebut.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan