Ade tidak pikir panjang dan bergegas menyelamatkan diri. Namun, baru berlari lima langkah, Ade bersama anaknya sudah terkena air ombak tsunami.
Ia mengaku berada di dalam air sekitar lima menit. Di dalam air tsunami, Ade hanya bisa memejamkan mata, memeluk anak, dan berdoa.
"Tiba-tiba air sudah mulai tenang dan saya tersangkut satu utas tali. Saya pegang, saya naik, dapatlah udara," ujar Ade.
Setelah mendapatkan udara untuk bernapas, Ade mengetuk plafon dengan banyak orang di dalam ruangan.
Ade mengatakan, posisi di dalam ruangan banyak orang, tetapi tidak berdesakan satu sama lain. Orang-orang tersebut sibuk menyelamatkan diri.
Meski dalam keadaan seperti itu, anak yang ia peluk tetap tenang. Di dalam ruangan itu, Ade tidak mendengar orang kesakitan dan minta tolong.
Ia hanya mendengar laki-laki dan perempuan yang sedang ceramah. Tidak berselang lama, Ade menuturkan, ada mukjizat datang. Pintu kecil terbuka dengan sendirinya.
"Pintu kecil itu terbuka sendiri, saya lihat ada cahaya bulan. Saya cuma bisa bersyukur, alhamdulillah ini mukjizat," ujar Ade.
Dalam kondisi panik seperti itu, kata Ade, tidak ada orang yang berebut keluar pintu. Sesampainya di depan pintu, lanjutnya, masih ada tembok tinggi yang menghadang.
Kemudian Ade meminta tolong kepada seorang pria yang sudah berhasil naik ke atas tembok untuk memegang anaknya.
"Pak, tolong pegangi anak saya, saya sudah enggak kuat untuk naik," kata Ade kepada pria tersebut saat itu.
Akhirnya, Ade dan anaknya berhasil naik ke atas tembok tinggi dan bernapas dengan lega.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.