Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Keresahan Coki Pardede soal Stand Up Comedy dan Kreator Konten

Pemikiran pemilik nama lahir Reza Pardede itu berujung pada lawakan yang bisa dibilang tabu untuk sebagian masyarakat Indonesia.

Sebab, materi yang ia suguhkan, semisal dark jokes, dinilai tak lazim karena tidak seperti komika pada umumnya.

Coki Pardede sendiri kerap kali tampil di kanal YouTube Majelis Lucu, Tretan Universe, hingga podcast Noice Musuh Masyarakat.

Bercerita di kanal YouTube Daniel Mananta Network, Coki Pardede mengungkapkan keresahan serta pandangan kreator konten yang disebut harus mengedukasi masyarakat.

1. Terapi

Coki Pardede memiliki definisi tersendiri tentang stand up comedy.

Dia menganggap, dunia yang digeluti hingga sekarang itu merupakan bentuk bahan terapi untuk dirinya sendiri.

"Buat gue, pada saat naik ke atas panggung, mengungkapkan uneg-uneg, itu sebenarnya momen terapi buat gue," ucap Coki Pardede seperti dikutip Kompas.com, Rabu (8/9/2021).

Menurut Coki Pardede, setiap penonton memiliki standar humor yang berbeda-beda.

Oleh karena itu, komika harus bekerja keras untuk membuat audiens tertawa.

Kendati demikian, Coki Pardede tidak mengambil langkah keras tersebut karena motivasinya menjadi komika bukan untuk membuat orang lain tertawa.

"Kalau tujuan lu untuk bikin orang lain ketawa, ya itu tentang orang lain, itu bukan tentang lu," ucap Coki Pardede.

"Harusnya, kalau kita ingin melakukan sesuatu, apa pun itu, pertama-tama yang dilakukan adalah untuk diri sendiri. Karena, pada saat lu happy, akan ada sesuatu hal positif yang terpancar dari diri lu sendiri," tutur Coki Pardede melanjutkan.

2. Jangan berekspektasi

Mengenai kreator konten, Coki Pardede mengimbau kepada masyarakat agar tidak berekspektasi lebih soal nilai moral dari mereka.

Sebab, Coki Pardede berpendapat, kreator konten tidak memiliki tanggung jawab untuk mengedukasi masyarakat.

“Dia mau bikin konten positif, bagus. Dia mau pilih konten negatif, ya enggak apa-apa juga, karena namanya content creator, bukan educator. Kalau educator, lu boleh, 'mana pendidikannya? mana ininya?',” ucap Coki Pardede.

Dia pun menganalogikan dengan keluhan warganet yang menilai sinetron sangat tidak mendidik.

Menurut Coki Pardede, keluhan yang disampaikan warganet itu sangatlah konyol dengan berkata, "sejak kapan sinetron itu harus mendidik?."

Justru, kata Coki Pardede, orang yang protes sinetron harus mengedukasi itu merupakan orang tidak terdidik.

3. Pilih sesuai minat

Sementara Coki Pardede juga bereaksi mengenai protes masyarakat atas komedi yang ia suguhkan disebut tidak etis karena mengandung SARA yang sangat sensitif di masyarakat Indonesia.

Bagi Coki Pardede, sebaiknya warganet memilih tontonan sesuai yang diinginkan agar tidak protes berkepanjangan.

“Biarkan content creator menjadi dirinya sendiri dan pilihlah konten yang cocok dengan Anda. Daripada merongrong content creator untuk menjadi become education, become of hope. Kenapa? Karena kasihan content creator-nya, enggak semua mampu melakukan itu,” tutur Coki.

Coki Pardede mengatakan, seorang kreator konten bakal jadi tertekan apabila dituntut menjadi orang lain.

"Jadi, menurut gue, biarkanlah mereka berkarya dan bikin sesuatu yang ingin mereka bikin dan menikmati karya yang pengin lu nikmatin,” ucap Coki Pardede.

Ia menilai, memberikan edukasi yang positif kepada masyarakat merupakan panggilan dari hati, bukan dari tuntutan warganet.

https://www.kompas.com/hype/read/2021/09/09/074658366/keresahan-coki-pardede-soal-stand-up-comedy-dan-kreator-konten

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke