JAKARTA, KOMPAS.com - Risiko Bisphenol-A (BPA) pada kemasan pangan telah menjadi perhatian khusus di banyak negara. Beberapa negara bahkan telah mengeluarkan aturan pelarangan penggunaan kemasan pangan yang masih mengandung BPA.
Adapun Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengambil langkah adaptif dan preventif untuk melindungi kesehatan masyarakat dari ancaman jangka panjang bahaya BPA. BPOM tidak hanya melihat dari satu sisi, yaitu sisi kesehatan masyarakat.
BPOM juga mempertimbangkan aspek lain, termasuk aspek industri dan ekonomi. Dengan demikian, BPOM mengambil langkah membuat regulasi Pelabelan Kemasan Pangan yang Mengandung BPA, bukan melarang penggunaan kemasan pangan mengandung BPA.
Baca juga: Label BPA Free pada Kemasan Pangan, Perlukah?
Tujuannya agar industri dapat tetap bersaing secara sehat dan memberikan informasi yang jujur kepada masyarakat atau konsumen, serta kesehatan masyarakat dapat tetap terlindungi.
Dokter spesialis anak yang juga anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Irfan Dzakir pernah memaparkan tentang efek dan bahaya dari BPA, terutama pada tumbuh kembang anak.
“Dari banyak penelitian yang sudah dipublikasikan, BPA memberi pengaruh besar pada tumbuh kembang anak, seperti tinggi badan dan perkembangan organ seksual anak, hingga gangguan perilaku, dan perubahan mikro struktur otak.” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa efek BPA tidak akan langsung terlihat, karena butuh waktu bertahun-tahun dengan jumlah akumulatif tertentu.
Baca juga: Kemasan Kaleng, Apakah Mengandung BPA Juga?
“Patokan pada setiap orang juga berbeda, tidak bisa disamakan. Risiko terbesar ada pada anak-anak dan orang yang memiliki risiko penyakit lainnya.” kata Irfan.