Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Dr. Ermaya
Dewan Pakar Bidang Geopolitik dan Geostrategi BPIP RI

Dewan Pakar Bidang Geopolitik dan Geostrategi BPIP RI.

Ada Api Dalam Sekam Geopolitik di Laut China Selatan

Kompas.com - 03/10/2023, 08:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MILITER Penjaga Pantai Filipina menghapus penghalang terapung yang dipasang oleh Tiongkok, di Pulau Huangyan, pada Senin (25/9/2023), karena menghalangi nelayan Filipina beroperasi di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) China.

Pemerintah Manila mengambil tindakan ini karena melihat penghalang tersebut sebagai ancaman terhadap nelayan Filipina di Scarborough Shoal, yang juga dikenal sebagai Bajo de Masinloc.

Tiongkok memberikan reaksi keras atas peristiwa tersebut. Tiongkok mengklaim kedaulatan atas sebagian besar Laut Cina Selatan, meskipun keputusan Pengadilan Arbitrase Permanen Den Haag pada 2016 menyatakan klaim tersebut tidak berdasar.

Serangkaian insiden, termasuk penemuan penghalang tersebut oleh penjaga pantai Filipina pada Jumat (22/9/2023), dan pembebasan pelampung terapung pada Senin (25/9/2023), atas perintah Presiden Ferdinand Marcos Jr., karuan telah memicu ketegangan yang bisa berpotensi terhadap kerawanan wilayah.

Ketegangan Filipina dan China

Perselisihan antara Filipina dan China mengenai Laut China Selatan, karuan saja memiliki dampak yang signifikan –bukan saja terhadap kedua negara tersebut, melainkan pula bisa terhadap konteks hubungan ASEAN-China.

Oleh karenanya, ini merupakan salah satu isu yang rumit dalam konteks kerja sama ASEAN dengan China.

Salah satu tujuan utama ASEAN adalah menjaga stabilitas dan perdamaian di kawasan Asia Tenggara. Justru dengan adanya ketegangan antara Filipina dan China di Laut China Selatan, berpotensi mengganggu stabilitas.

Mempertimbangkan hal ini, bagaimanapun, ASEAN yang memiliki kepentingan harus berperan mempromosikan penyelesaian damai perselisihan ini dan mencegah eskalasi konflik yang dapat mengancam perdamaian regional.

ASEAN menjadi organisasi yang dapat memberikan platform netral untuk berunding dan memfasilitasi dialog bermanfaat.

Dengan demikian, terjadinya peningkatan hubungan antara Filipina dan China juga akan menguntungkan ASEAN, karena hal ini dapat menciptakan kondisi lebih kondusif untuk kerja sama regional.

Bersamaan pula ASEAN harus terus menerus berupaya mendorong perundingan mengenai Kode Etik Laut China Selatan (COC) antara China dan negara-negara ASEAN.

COC bertujuan mengatur perilaku semua pihak yang terlibat di Laut China Selatan dan dapat mengurangi ketegangan di kawasan tersebut. Kedamaian di Laut China Selatan adalah dalam kepentingan ASEAN dan China.

China memiliki hubungan bilateral dengan sejumlah negara ASEAN, termasuk Filipina. Maka solusi damai terhadap perselisihan ini dapat meningkatkan hubungan bilateral antara China dan negara-negara ASEAN, yang merupakan salah satu tujuan kerja sama ASEAN dengan China.

China adalah mitra dagang utama ASEAN, yang merupakan sumber investasi signifikan di kawasan ini.

Perselisihan Laut China Selatan dapat mengganggu hubungan ekonomi yang saling menguntungkan antara ASEAN dan China. Kedamaian di kawasan tersebut memungkinkan kerja sama ekonomi yang lebih baik dan pertumbuhan ekonomi yang stabil.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Rekomendasi untuk anda
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com