MEXICO CITY, KOMPAS.com - Para penculik wanita imigran bernama Carolina tiba pada fajar untuk menariknya keluar dari rumah persembunyian di kota perbatasan Meksiko, Reynosa, pada akhir Mei lalu.
Carolina mengira bahwa mereka akan memaksanya menelepon keluarganya di Venezuela untuk meminta uang tebusan sebesar 2.000 dolar AS.
Namun, salah satu dari mereka mendorongnya ke dalam bus yang mogok yang diparkir di luar dan memperkosanya.
Baca juga: [POPULER GLOBAL] Perkampungan Ilegal WNI di Malaysia | Penelitian Jasad Alien di Meksiko
"Itu adalah hal yang paling menyedihkan dan mengerikan yang bisa terjadi pada seseorang," kata Carolina, seperti dilansir dari Reuters.
Seorang advokat migran yang membantu Carolina setelah penculikan, yang berbicara kepada dengan syarat tidak disebutkan namanya karena alasan keamanan, mengkonfirmasi semua rincian dari kisahnya.
Serangan tersebut terjadi di tengah meningkatnya kekerasan seksual terhadap migran di kota perbatasan Reynosa dan Matamoros, yang merupakan rute transit utama bagi para imigran yang ingin masuk ke Amerika Serikat.
Ini berdasarkan data dari pemerintah Meksiko dan kelompok-kelompok kemanusiaan, serta hasil wawancara dengan delapan orang penyintas kekerasan seksual dan lebih dari selusin petugas bantuan lokal.
"Cara tidak manusiawi yang dilakukan para penyelundup untuk menyiksa, memeras, dan melakukan kekerasan terhadap para migran demi mendapatkan keuntungan adalah tindakan kriminal dan tercela secara moral," ujar juru bicara Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS) Amerika Serikat, Luis Miranda, dalam menanggapi pertanyaan mengenai meningkatnya laporan pemerkosaan.
Investigasi kriminal terhadap pemerkosaan warga negara asing, tidak termasuk warga Amerika, merupakan yang tertinggi dalam catatan di kedua kota tersebut tahun ini, menurut data negara bagian dari tahun 2014 hingga 2023 yang diperoleh Reuters melalui permintaan kebebasan informasi.
Departemen Luar Negeri AS menganggap Tamaulipas, tempat kedua kota itu berada, sebagai negara bagian paling berbahaya di sepanjang perbatasan AS-Meksiko.
Baca juga: [POPULER GLOBAL] Perkampungan Ilegal WNI di Malaysia | Penelitian Jasad Alien di Meksikop
Menghadapi rekor penyeberangan perbatasan ilegal, pemerintahan Presiden AS Joe Biden pada bulan Mei lalu beralih ke sistem baru yang mengharuskan para migran membuat janji temu melalui aplikasi yang dikenal sebagai CBP One, untuk menunjukkan diri mereka di penyeberangan perbatasan resmi untuk memasuki AS.
Sembilan ahli, termasuk pengacara, tenaga medis, dan pekerja bantuan, mengatakan kepada Reuters bahwa sistem baru ini memiliki konsekuensi yang tidak diharapkan di kedua kota tersebut, yang berkontribusi pada lonjakan kekerasan.
Tingginya risiko penculikan dan kekerasan seksual di Reynosa dan Matamoros merupakan salah satu faktor yang mendorong para migran untuk menyeberang secara ilegal, demikian ungkap empat orang advokat. Penyeberangan lintas batas melonjak pada bulan September.
Baca juga: Ilmuwan Teliti Jasad Alien di Meksiko, Tak Temukan Hasil Rekayasa
Para pejabat Biden mengatakan bahwa kebijakan CBP yang baru lebih manusiawi karena mengurangi kebutuhan para migran untuk membayar penyelundup dan kelompok-kelompok kriminal untuk mengangkut mereka melintasi perbatasan secara ilegal.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.