Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 29/05/2023, 12:46 WIB
BBC News Indonesia,
Aditya Jaya Iswara

Tim Redaksi

ANKARA, KOMPAS.com - Apabila Presiden Turkiye saat ini, Recep Tayyip Erdogan kalah dalam pemilihan suara pada 28 Mei, mungkin akan ada perubahan besar pada cara negara itu berurusan dengan negara-negara di seluruh dunia.

Di bawah kepemimpinan Erdogan, Turkiye telah membuat marah sekutu Barat dengan menjalin hubungan dekat dengan Rusia. Dia juga telah mengirim pasukan Turkiye ke dalam konflik di Irak, Suriah, dan Libya.

Kandidat oposisi, Kemal Kilicdaroglun, telah berjanji untuk lebih pro-Barat dan tidak banyak ikut campur di luar negeri.

Baca juga: Erdogan Menang Pilpres Turkiye, Jadi Presiden 3 Periode, Janjikan Persatuan

Bagaimana Turkiye menangani pengungsi Suriah?

Ada sekitar 3,7 juta warga Suriah yang secara resmi terdaftar tinggal di Turkiye, setelah melarikan diri dari perang saudara di negara asal mereka--serupa dengan pengungsi dari negara lain seperti Afghanistan.

Presiden Erdogan mengatakan, Turkiye "tidak dapat menangani" jumlah sebanyak itu.

Baik Erdogan maupun Kemal Kilicdaroglu menyatakan ingin "menormalisasi" hubungan dengan Suriah sehingga para pengungsi dapat dipulangkan.

Pengungsi Suriah melarikan diri ke Turkiye setelah ISIS menguasai sebagaian wilayah dan perang saudara di negara itu.EPA via BBC INDONESIA Pengungsi Suriah melarikan diri ke Turkiye setelah ISIS menguasai sebagaian wilayah dan perang saudara di negara itu.
Tapi, itu berarti para pengungsi ini akan kembali hidup di bawah rezim otoriter Presiden Bashar Al Assad.

Bulan ini, media Turkiye mengutip Kilicdaroglu yang mengatakan, "Saya akan memulangkan semua pengungsi setelah saya terpilih sebagai presiden, titik".

Dia mengancam akan menarik diri dari perjanjian dengan Uni Eropa di mana Turkiye setuju untuk menampung jutaan pengungsi dari Suriah, mencegah mereka menyeberang ke negara-negara Uni Eropa untuk mencari suaka.

Kilicdaroglu mengatakan, Uni Eropa belum memenuhi kesepakatan dari sisi mereka.

Bagaimana hubungan Turkiye dan Barat berubah?

Sejak Republik Turkiye didirikan pada 1923, secara tradisional mereka telah menjadi sekutu kekuatan Barat.

Turkiye memiliki salah satu tentara terbesar di NATO, aliansi pertahanan Barat. Negara ini juga telah mengajukan diri untuk bergabung dengan Uni Eropa.

Namun, Presiden Erdogan berulang kali menggambarkan negara-negara Barat sebagai "imperialis" atau "tidak adil".

Presiden Turkiye Erdogan telah membangun hubungan yang akrab dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.GETTY IMAGES via BBC INDONESIA Presiden Turkiye Erdogan telah membangun hubungan yang akrab dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Di bawah kepemimpinannya, Turkiye telah mempererat hubungan dengan Rusia.

Pada 2019, dia membeli sejumlah sistem rudal pertahanan udara S-400 Rusia.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com